REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL-- Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, memperkirakan warga yang tidak menggunakan hak pilihnya pada pemungutan suara Pemilu Legislatif lalu umumnya karena bekerja di luar daerah itu.
"Secara keseluruhan memang belum kami analisis kenapa warga tidak pemilih, namun kemungkinan karena bekerja di luar daerah, yang tidak bisa pulang saat hari H Pemilu," kata Komisioner KPU Bantul, Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih, Titik Istiawayatun Khasanah, Jumat.
Menurut dia, tingkat partisipasi pemilih di Bantul pada Pemilu Legislatif 9 April lalu mencapai sekitar 81 persen dari total daftar pemilih tetap (DPT) 716.246 pemilih ditambah daftar pemilih khusus (DPK) dan pemilih tambahan sekitar 2.300 pemilih.
Dengan demikian, kata dia ada sekitar 19 persen dari semua pemilih di Bantul yang tidak menggunakan hak pilihnya atau tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih wakil rakyat. Ia mengatakan, dari 17 kecamatan di Bantul, beberapa kecamatan yang terdapat banyak warga bekerja di luar daerah seperti di Sanden dan Imogiri, bahkan di Imogiri tidak sedikit yang menjadi tenaga kerja indonesia (TKI) di luar negeri.
"Tingkat urbanisasi juga menjadi salah satu faktor, seperti di kecamatan Sanden yang merupakan daerah pinggiran itu, warganya cenderung memilih untuk melakukan urbanisasi," katanya.
Menurut dia, tercatat angka partisipasi pemilih pemilu di dua kecamatan pinggiran atau wilayah perdesaan itu masing-masing sekitar 79 persen, sedangkan di wilayah dekat perkotaan seperti kecamatan Banguntapan mencapai sekitar 81 persen.
"Untuk di Banguntapan kami belum melakukan analisis faktor warga tidak memilih, termasuk angka partisipasi pemilih pemula, kalau jumlah pemilih pemula di Bantul ada sekitar tujuh persen," katanya.
Sementara itu, kata dia disinggung soal partisipasi pemilih, ia mengatakan pada Pemilu 2014 ini yang sekitar 81 persen, mengalami peningkatan sekitar tujuh persen dari pemilu 2009 yang angkanya sekitar 74 persen. "Partisipasi pemilih meningkat bisa jadi karena banyak data yang valid, banyak data ganda berkurang, selain itu sosialisasi pemilu yang gencar, termasuk kesadaran warga dalam menggunakan hak pilihnya," katanya.