REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama sepuluh tahun terakhir kekuatan pertahanan nasional terus meningkat seiring dengan sejumlah program yang dilaksanakan oleh pemerintah termasuk penambahan dan modernisasi alat utama sistem senjata.
Anggaran pertahanan dari Rp21,42 triliun pada 2004 meningkat menjadi Rp84,47 triliun pada 2013 atau meningkat 400 persen, demikian data dari buku "Satu Dasawarsa Membangun untuk Kesejahteraan Rakyat" diterbitkan oleh Sekretariat Kabinet yang diterima Antara di Jakarta, Rabu.
Pemerintah secara bertahap, dengan anggaran yang tersedia, menambah dan memodernisasi alat utama sistem senjata seperti pengadaan peluru kendali komposit Grom untuk meriam 23 mm milik TNI AD dan juga melengkapi senjata untuk Sukhoi-27 SK dan Sukhoi 30 MK pada 2004.
Hingga tahun-tahun berikutnya peningkatan jumlah dan jenis persenjataan terus dilakukan termasuk pembelian pesawat Super Tucano dan juga pengadaan Korvet kelas Sigma dan Tank Amphibi.
Selain melakukan penambahan alutsista yang berasal dari luar negeri, pemerintahan Presiden Yudhoyono juga mendorong pengembangan kemampuan dan daya saing industri pertahanan dalam negeri.
Selain Pindad, PT PAL juga PT Dirgantara Indonesia didorong agar bisa memenuhi kebutuhan peralatan pertahanan dalam negeri dan juga memungkinkan untuk diekspor.
Beberapa produk alat pertahanan produksi dalam negeri antara lain Panser Anoa, senjata serbu, produk kapal patroli serta pesawat CN 295.
Pasukan Perdamaian
Pengembangan kemampuan pertahanan nasional juga diikuti dengan peningkatan peran Indonesia dalam upaya pemeliharaan perdamaian.
Indonesia merupakan negara urutan ke-15 dari 177 negara yang paling banyak mengirimkan pasukan dalam misi perdamaian yang dikelola oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Setidaknya 1.668 Prajurit TNI selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir telah bertugas menjadi pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon, Kongo, Haiti, Sudan, Darfur dan Filipina.