REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Masyarakat Maluku belum memahami perlindungan terhadap Pulau Pombo sebagai kawasan konservasi, kata Daniel Pelasula, peneliti dari Balai Konservasi Biota Laut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Kota Ambon, Selasa (22/4).
"Mereka belum paham benar tentang konsep perlindungan terhadap Pulau Pombo sebagai wilayah yang dikonservasi, yang artinya aktivitas di daerah sekitarnya juga dibatasi agar tidak mengalami kerusakan," katanya.
Menurut Daniel, karena ketidakpahaman itu, masyarakat melakukan aktivitas perikanan yang berlebihan di sekitar wilayah tersebut, seperti penangkapan ikan menggunakan racun dan bom ikan, juga melakukan penggalian kerang dengan mencongkel terumbu karang.
Akibatnya karang-karang di pulau yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi cagar alam taman laut melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 372 pada 1973 itu mengalami kerusakan.
"Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) telah membentuk beberapa mitra kerja di daerah-daerah sekitar Pulau Pombo untuk membantu mengawasi pulau itu, juga memberikan pemahaman kepada masyarakat di sekitarnya, tapi sepertinya tingkat kesadaran masyarakat untuk menjaga alam masih rendah," ujarnya.
Lebih lanjut Daniel mengatakan, tak hanya masalah kerusakan karang, pulau seluas 1.000 hektare yang menjadi habitat hidup burung endemik Pombo Moluccensis itu juga penuh dengan tumpukan sampah yang dibuang oleh pengunjung, dan terbawa oleh arus laut dari berbagai wilayah di sekitarnya.
"Masalah lain di sana adalah banyak sekali sampah, itu dibuang oleh pengunjung yang datang berwisata, tapi ada juga yang dibawa oleh arus hingga ke Pulau Pombo," ucapnya.
Pombo merupakan salah satu pulau kecil di Kabupaten Maluku Tengah. Terletak di antara Pulau Ambon dan Pulau Haruku, luasnya hanya 1.000 hektar, 90 persen wilayahnya adalah laut. Selain terumbu karang, kawasan ini sangat terkenal dengan habitat hidup burung endemik Pombo Moluccensis.