REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik UIN Jakarta, Bachtiar Effendi menilai partai Islam belum percaya diri dengan kekuatan yang mereka miliki. Ini terlihat dari kecenderungan mereka memilih partai berbasis nasionalis sebagai mitra koalisi.
"Mereka merasa Islam penting tapi tidak pede," kata Bachtiar di Jakarta, Sabtu (19/4).
Bachtiar mempertanyakan koalisi yang dibangun PPP dengan Gerindra, PKS dengan Golkar, dan PKB dengan PDIP. Padahal kalau partai Islam bersatu, mereka akan lebih mampu mengonsolidasikan kekuatan.
Koalisi partai Islam, menurut Bachtiar, bisa dimotori PKB. Karena partai berbasis suara Nahdliyin itu memiliki suara paling banyak di antara partai berbasis Islam lain.
Dia berharap Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar bisa percaya diri. "Muhaimin kenapa tidak mempelopori koalisi partai Islam? Padahal PKB bisa ajukan capres kalau koalisi partai Islam," katanya.
Partai Islam pun diminta meninggalkan paradigma sempit berkoalisi. Karena koalisi tidak mesti bertujuan mencapai kemenangan.
Menurutnya, dengan sistem politik yang berlaku di Indonesia, kekalahan koalisi partai Islam juga tetap bisa memberi keuntungan. "Kalau kalah dalam koalisi pilpres, bisa koalisi lagi dengan yang menang. Tidak masalah," ujarnya.
Bachtiar berharap, partai Islam tidak terus menggantungkan koalisi dengan partai berbasis nasionalis. Partai Islam mesti memiliki sikap bersama menentukan arah politik Indonesia ke depan.
Kalau tidak, kata Bachtiar, partai Islam hanya akan terus menerus jadi pelengkap koalisi politik. "Partai Islam tidak akan pernah menjadi sejarah penting politik di Indonesia," katanya.