REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi V DPR RI mendesak Menteri Perhubungan untuk mengevaluasi kinerja PT KAI terkait pelayanan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Commuter Jabodetabek (KCJ) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang dinilai sebagian besar pengguna kereta api banyak kekurangan.
Anggota Komisi V DPR RI KH Abdul Hakim mengungkapkan hal itu, Jumat (18/4), menyusul aksi demo pemblokiran stasiun Bekasi oleh Pengguna commuter line, Kamis lalu, yang menuntut agar kereta tak lagi telat.
“Aksi pemblokiran yang dilakukan masyarakat merupakan hal yang wajar karena keluhan mereka tidak direspon dengan baik oleh PT KAI. Seharusnya, evaluasi dilakukan tiap 6 bulan sekali sesuai dengan UU. Tapi, pemerintah sepertinya tidak berdaya untuk memberikan saksi apapun kepada PT KAI dan anak perusahaannya PT KCJ. Seharusnya, jika terbukti kinerjanya tidak sesuai dengan UU, sanksi teguran sampai pencabutan ijin bisa dilakukan,” kata Hakim, dalam siaran pers yang diterima Republika Online (ROL).
Hakim mengatakan ketepatan jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta merupakan salah satu SPM yang harus dipenuhi oleh PT KAI sebagai penyelenggara sarana kereta sebagaimana diatur dalam UU No.23/2007 tentang Perkeretaapian dan PM NO.9/2011 tentang SPM kereta. Jika SPM tidak dipenuhi, PT KAI dapat dikenakan sanksi. Apalagi, pemerintah sudah menggelontorkan dana sebesar Rp1,2 triliun untuk membayar PSO tahun 2014.
Seperti diketahui, jadwal kereta yang sering ‘ngaret” menjadi keluhan utama para penumpang. Jadwal kereta masih sering terlambat mulai dari jadwal kedatangan dan keberangkatan. Selain ketidaktepatan waktu perjalanan, penumpang juga mengeluhkan kenyamanan di dalam kereta api seperti AC yang mati, pengeras suara yang tidak berfungsi sehingga banyak penumpang yang turun distasiun yang salah serta fasilitas penerangan/lampu di dalam kereta yang minim bahkan kerap mati sehingga dikhawatirkan menjadi rawan pencopetan.