Jumat 18 Apr 2014 04:51 WIB

Apa Tantangan Besar PBNU Menjelang Usia 100 Tahun?

Rep: C57/ Muhammd Ibrahim Hamdani/ Red: Julkifli Marbun
Ribuan warga Nahdatul Ulama (NU) memadati Stadion Gelora Bung Karno saat peringatan Hari Lahir PBNU ke-85, Jakarta, Minggu (17/7).
Foto: Antara
Ribuan warga Nahdatul Ulama (NU) memadati Stadion Gelora Bung Karno saat peringatan Hari Lahir PBNU ke-85, Jakarta, Minggu (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pejabat Rais A'am (Ketua Umum) Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Musthofa Bishri, menguraikan sejumlah tantangan besar yang masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi PBNU jelang usia 100 tahun.

"Saat ini NU berusia 88 tahun, artinya dua belas tahun lagi akan berusia 100 tahun. Namun masih banyak tantangan besar yang menjadi PR PBNU dan harus diupayakan pencapaiannya," tutur Kiai Musthofa pada Rabu malam (16/4) di Gedung PBNU, Jakarta.

Kiai Musthofa memberikan taushiyah itu dalam acara: "Hari Kelahiran (Harlah) Pengurus Pusat (PP) Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama (NU) ke 29.

Salah satu tantangan utama PBNU yang masih menjadi PR, ujar Kiai Musthofa, ialah masalah kemiskinan. Masih banyak warga Nahdliyin yang tingkat kehidupan perekonomiannya di bawah garis kemiskinan.   

Hal ini, papar Kiai Musthofa,  tentu menjadi kewajiban moral bagi PBNU untuk berupaya meningkatkan taraf hidup perekonomian warga Nahdliyin.

Hingga saat ini, belum ada peningkatan signifikan, di bidang pemberdayaan umat, dalam hal pengentasan kemiskinan.

Pasca NU kembali ke khittah, lanjut Kiai Musthofa, jati diri NU sering dipinggirkan pihak lain karena jamaah Nahdliyin masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hendaknya kita memikirkan kemaslahatan umat, bukan sekedar kemaslahatan pengurus-pengurus NU.

Tantangan lain yang menjadi PR PBNU, jelas Kiai Musthofa, ialah pengembangan sumber daya manusia (SDM) PBNU secara mandiri. Dari seluruh pengurus NU di berbagai tingkatan, berapa persen yang dihasilkan oleh Lakpesdam?

Atau banyak pengurus NU yang sifatnya naturalisasi? Hal ini, terang Kiai Musthofa, tentu menjadi pertanyaan serius bagi PBNU. Harus ada ukuran dan target tertentu kalau organisasi mau disebut berhasil.

Hal lain yang masih menjadi PR besar bagi PBNU, tutur Kiai Musthofa, ialah relasi dengan pondok pesantren. Saat ini, PBNU terkesan sekedar klaim terhadap berbagai pondok pesantren (Ponpes) yang memiliki afiliasi kultural dan historis dengan NU.

"Jujur saja, PBNU belum optimal dalam mengurusi hajat hidup berbagai ponpes yang berafiliasi dengan NU. Bahkan ponpes-ponpes itu terkesan tidak diurus oleh NU," ujar Kiai Musthofa.

NU hanya klaim saja ponpes-ponpes itu miliknya, ungkap Kiai Musthofa, tapi justru nggak pernah ngurus Ponpes. Faktanya, ponpes-ponpes itu diurus sendiri oleh pengasuh atau pemiliknya. Padahal slogan PBNU saat ini ialah kembali ke Pesantren NU.

"Karakteristik masyarakat dan u'lama pesantren itu di mana-mana sama saja, yakni mewaqafkan diri untuk berkhidmad melayani umat sesuai dengan suri teladan pemimpin agung, Rasulullah Muhammad SAW. Jadi, sudah sepatutnya PBNU memperhatikan perkembangan ponpes-ponpesnya," pungkas Kiai Musthofa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement