REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak mengatakan, daerahnya merupakan salah satu provinsi yang mempelopori mitigasi perubahan iklim.
Bahkan, kata Awang Faroek Ishak Provinsi Kaltim aktif menghadiri pertemuan mitigasi perubahan iklim baik di Kyoto (Jepang), Bali, Copenhagen (Denmark), Oslo (Norwegia) dan Rio de Janeiro (Brasil).
"Komitmen kami adalah ikut menyelamatkan dunia melalui antisipasi perubahan iklim dan Kaltim menjadi anggota 'Task Force' atau gugus tugas yang beranggotakan 22 provinsi di Indonesia serta negara bagian dari Amerika Serikat, Brasil, Nigeria, Peru dan Spanyol," ungkap Awang Faroek Ishak melalui siaran pers Humas dan Protokol Sekretariat Provinsi Kaltim, Rabu.
Penegasan itu disampaikan Awang Faroek Ishak saat bertemu dengan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Stig Traavik, di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Selasa (15/4) malam.
Di tingkat daerah, kata Awang Faroek Ishak,Pemprov Kaltim pada Januari 2010 telah mendeklarasikan Kaltim sebagai "Green Province" provinsi hijau dengan slogan "Kaltim Green" dan menjadikannya sebagai kerangka kerja pembangunan di Kaltim.
Salah satu komitmen dari Kaltim Hijau kata dia adalah "One Man Five Trees" (Omfit) atau satu orang menanam lima pohon.
"Dengan partisipasi perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kaltim, maka realisasi penanaman hingga saat ini bahkan jauh melebihi target yang telah ditentukan," kata Awang Faroek.
Selain itu lanjut Awang Faroek, Kaltim juga provinsi yang komit terhadap program penurunan gas rumah kaca serta pembangunan rendah karbon dan memiliki Dewan Daerah Perubahan Iklim yang berisikan ahli-ahli lingkungan dengan tugas membantu gubernur dalam membuat kebijakan pembangunan, khususnya terkait pembangunan Kaltim yang berkelanjutan.
"Kaltim dan Kaltara juga memiliki Taman Nasional Kayan Mentarang atau dikenal dengan sebutan "Heart of Borneo" atau jantung Kalimantan. Kawasan yang memiliki luas 1,3 juta hektare itu merupakan hutan yang masih utuh dan menjadi kawasan konservasi yang dilindungi," ujar Awang Faroek.
Untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, Awang Faroek mengatakan telah melakukan beberapa terobosan, di antaranya menekan terjadinya deforestasi hutan dengan menerbitkan moratorium perijinan pertambangan, perkebunan dan kehutanan, dalam rangka menertibkan perijinan yang tumpang tindih, hingga dicapai status lahan yang "clean and clear".
"Khusus kehutanan, kami mendorong digalakkannya HTI (Hutan Tanaman Industri), karena itu bisa dikontrol. Disamping juga ada hutan kemasyarakatan dimana masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan hutan. Namun yang jelas, kami perlu banyak belajar dari Norwegia dan negara Skandinavia lainnya yang sukses dalam pembangunan kehutanan dan pertanian," ungkap Awang Faroek.
Ia juga berharap, melalui pertemuan ini ada hubungan kerja sama antara Norwegia dengan Kaltim, ataupun membangun hubungan "sister city" antara kota di Norwegia dengan kabupaten/kota di Kaltim.
Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Stig Traavik memberikan apresiasi atas komitmen Kaltim dan program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup, terutama tentang pengembangan energi baru terbarukan (EBT) serta upaya menyeimbangkan antara pengembangan pertambangan batu bara dengan pengembangan EBT.
"Saya sangat terkesan dengan presentasi gubernur dan ini meningkatkan minat saya untuk mengunjungi Kaltim," ungkap Stig Traavik.
Menurut dia, Norwegia memang sangat konsen terhadap mitigasi dan perubahan iklim. Bahkan di Indonesia, Norwegia memiliki dua organisasi yang bermitra dengan pemerintah Indonesia dan daerah, yakni Global Green Growth Institute (GGGI) dan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+).
Kedua organisasi tersebut juga sudah memiliki perwakilan di Kaltim.