Sabtu 12 Apr 2014 23:45 WIB

Perludem Temukan KPPS Minim Informasi

Tinta Pemilu
Foto: Republika/Musiron
Tinta Pemilu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi menemukan sejumlah Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara minim informasi mengenai hak pemilih yang berpindah tempat pemungutan suara. Deputi Direktur Perludem Veri Junaidi, Sabtu, mengatakan banyak pemilih pengguna Formulir A5 atau Surat Pindah Memilih tidak diperbolehkan mengantre di TPS sejak pukul 07.00.

"Banyak kami temui KPPS meminta pemilih yang sudah membawa Formulir A5 untuk mencoblos satu jam sebelum pemungutan suara. Padahal seharusnya mereka berhak memilih layaknya pemilih yang terdata di DPT," kata Veri saat mendatangi Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) di Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta.

Para petugas KPPS tersebut berdalih kalau ada instruksi bahwa pemilih dengan Formulir A5 hanya boleh mencoblos setelah pukul 12.00, jelas Veri. "Ada beberapa rekan pemantau yang punya A5 tetapi disuruh 'nyoblos' setelah jam 12.00. Padahal sudah kami perlihatkan Peraturan dan Undang-Undang, tetapi tetap saja mereka ngotot bahwa itu instruksi dari atasan (KPU)," tambahnya.

Salah satu pemantau dari Perludem, Fadli Ramadhanil merupakan pemilih yang dilarang memilih sejak pagi oleh KPPS meskipun sudah membawa dan menunjukkan Formulir A5. "Saya membawa Formulir A5 karena pindah TPS dari Padang ke Jakarta, tetapi hanya diperbolehkan mencoblos setelah jam 12.00. Ini menghambat hak pilih warga," katanya.

Oleh karena itu, Fadil bersama sejumlah rekannya dari Paralegal Pemilu mengadukan dugaan pelanggaran yang dilakukan penyelenggara Pemilu karena menghambat pengunaan hak pilih warga Negara Indonesia.

Perludem menemukan sedikitnya tiga kasus penyelenggara Pemilu menghalang-halangi hak pemilih.

"Di Jakarta Timur ada pemilih yang ingin menggunakan KTP (Kartu Tanda Penduduk) untuk memilih, tetapi tidak diperbolehkan oleh KPPS-nya," jelasnya.

Minimnya pemahaman petugas KPPS terkait data DPT, DPTb (Daftar Pemilih Tetap Tambahan), Daftar Pemilih Khusus (DPK), dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) tersebut membuat banyak warga terpaksa tidak mencoblos pada Pileg Rabu (9/4).

Oleh karena itu, KPU didorong untuk mengawasi kinerja para KPPS agar tidak terjadi kesalahan serupa pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) mendatang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement