REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Rumput vetiver sangat cocok digunakan untuk mengatasi pendangkalan Sungai Musi Palembang, Sumatera Selatan akibat longsor dan erosi tanah, kata Pimpinan Yayasan Miyara Sumatera Irma Hutabarat.
"Dalam waktu dekat, saya akan menghadap Wali Kota Palembang menawarkan penanaman rumput vetiver atau nama latin Vetiver zizanioides tanaman dari famili Gramineae (rumput-rumputan) ini di pinggiran Sungai Musi dan anak sungai.
"Ajakan ini dilatari keberhasilan pengembalian ekosistem alam di beberapa daerah," kata Irma di Palembang, Jumat.
Irma yang dijumpai seusai penghadiri pelantikan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Palembang, mengemukakan, penanaman rumput vetiver ini akan menghasilkan vetiver sistem sangat efektif dalam mengendalikan erosi lereng perbukitan, mengendalikan longsor dan menstabilkan kontur selokan.
"Bila ditanam di lereng-lereng keras dan berbatu maka ujung-ujung akar vetiver akan menembus menjadi semacam jangkar yang kuat," kata mantan pembawa acara televisi ini.
Menurutnya, cara kerja akar vetiver ini seperti besi kolom masuk ke dalam lapisan tanah, dan pada saat yang sama akan menahan partikel-partikel tanah dengan akar serabutnya.
"Kondisi seperti ini dapat mencegah erosi yang disebabkan oleh angin dan air, sehingga vetiver layaknya jangkar pada akar pohon bakau," ujarnya.
Ia menerangkan, teknologi sistem Vetiver ini sangat sederhana, murah, efektif dan menguntungkan lingkungan sehingga dapat mendorong pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.
Lantaran itu, teknologi ini diadopsi Departemen Pekerjaan Umum, Pertanian, Kehutanan dan Industri serta perguruan tinggi untuk memperbaiki infrastruktur, lahan pertanian, hutan dan Daerah Aliran Sungai.
"Masalah lingkungan ini tidak bisa lagi dibebankan ke pemerintah semata, artinya sebagai warga juga harus turut andil dalam menyelamatkan lingkungan. Pertanyaannya, mau atau tidak," kata ibu empat anak ini.
Teknologi sistem vetiver telah diterapkan secara lebih luas di Indonesia sejak dipromosikan sebagai alat pengentasan kemiskinan oleh Yayasan Ekoturin's East Bali Poverty Project (EBPP) di Bali pada tahun 2000.
"Selain mampu mencegah erosi, tanaman ini juga sangat baik untuk lingkungan karena mampu menyerap gas karbon, dengan asumsi dari 44 hektare mampu menyerap karbon dari 100 mobil yang telah berjalan sejauh 30 kilometer," ujarnya.