REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Alih fungsi lahan hutan, di Jabar hingga saat ini terus terjadi. Salah satunya, terjadi di hulu Citarum. Sekitar 1.000 hektare lahan hutan yang ada di lima desa yakni, dari Desa Terunajaya-Cisanti sampai desa Cihawu kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, berubah menjadi kebun.
''Mestinya lahan tersebut hutan tapi ini jadi kebun. Padahal, lahannya miring, terjal, dan erosi harus segera direhabilitasi,'' ujar Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar, Anang Sudarna, kepada wartawan usai Rapat tentang Citarum di Gedung Sate, Jumat (11/4).
Menurut Anang, lahan hutan yang berubah menjadi perkebunan tersebut, statusnya ada yang milik masyarakat dan juga negar. Tapi, sebagian besar milik negara. Yang menggembirakan, mata air masih banyak di daerah tersebut, bahkan mata airnya cukup besar.
Anang mengatakan, untuk merehabilitasi lahan tersebut BPLHD Jabar melakukan beberapa upaya. Yakni, mengembangkan ekovillage atau desa ramah lingkungan. Kedua, pembinaan pengendalian pencemaran. Ketiga pembinaan dan penaatan hukum.
Anang menjelaskan, terkait pengembangan desa ramah lingkungan, pihaknya memiliki tujuh strategi ekonomi rakyat, rehabilitasi lahan, penanganan limbah domestik, pengendalian limbah industri dan lain-lain. Dari perjalan tersebut, menurut Anang, ditemukan persoalan adanya kotoran hewan, pertanian yang tak ramah lingkungan dan lainnya.
Padahal, perjalanan yang ditempuh baru 7,7 kilometer dan yang paling mengkhawatirkan, kotoran hewan, sampah, dan sanitasi masyarakat banyak yang membuang ke sungai. ''Yang harus dilakukan mengubah budaya masyarakat agar ramah lingkungan,'' katanya.
Oleh karena itu, kata dia, BPLHD Jabar menurunkan fasilitator, pendamping, teman-teman, aktivitas lingkungan, dan komunitas-komunitas Citarum dengan berbagai nama. Tujuan pendampingan ini, untuk pengenalan potensi desa sampai terususun rencana aksi desa, kelola sampah, sanitasi, dan lain-lain.
''Kami membangun kemandirian mereka. Ini perbedaannya. Kami garap dulu faktor manusianya,'' katanya.
Dikatakan Anang, 71 industri yang ada di Citarum pun saat ini sedang dibina. Dari hasil pengawasan ada empat industri yang sebenarnya memiliki IPAL tapi tak digunakan optimal. Yakni, tak patuh terhadap aturan, tak dilaporkan, dan sebagian besar menggunakan batu bara sebagai bahan bakar.
''Kita tahu limbahnya B3, makanya kami bina. Selain itu, ada 7 industri yang kami berikan sanksi administrasi dan satu sudah dibawa ke pengadilan,'' katanya.