REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Petani tomat di Kecamatan Langowan, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) tidak melakukan panen bahan baku bumbu masak itu, karena harga jual di pasar terus menunjukkan tren menurun.
Salah seorang petani tomat asal Langowan, Jhon Lumintang, di Manado, Senin (7/4), mengatakan lebih memilih tidak melakukan panen karena harga jual sangat murah. "Lantaran harga jual tidak lagi menguntungkan, tomat di lahan pertanian yang mulai memerah tidak dipanen atau dibiarkan jatuh dan membusuk," kata Jhon.
Dia menjelaskan, harga tomat hingga Senin (7/4) anjlok dikisaran Rp 2.000 per kilogram (kg). Harga tersebut merugikan petani, sebab jika dilakukan panen tidak bisa kembali modal.
Boy W, petani tomat asal Kakas juga mengatakan dengan harga tomat sangat murah tersebut, membiarkan tanaman tomatnya membusuk di pohon. Sebab, katanya, jika hanya laku Rp2.000-5.000 per kg, ongkos panennya saja tidak cukup, bahkan rugi. "Padahal, kualitasnya cukup bagus. Yakni tomat tersebut cukup lebat dan besar," katanya.
Anjloknya harga tomat diprediksi karena melimpahnya stok di tingkat petani, sebaliknya permintaan tomat dari perusahaan atau pabrik justru berkurang. "Sebelumnya, harga tomat sempat menyentuh angka tertinggi, bahkan sampai Rp 20 ribu per kilogram," jelasnya.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut Hanny Wajong mengatakan saat ini harga tomat di sentra perdagangan Kota Manado dan sekitarnya memang mengalami penurunan. "Harga tomat di Kota Manado dan sekitarnya berada dikisaran Rp 5.000 per kilogram," katanya.
Disperindag, katanya, akan terus memantau pergerakan harga tomat dan kebutuhan pokok lainnya baik di pasar tradisional maupun swalayan agar tetap terjaga.