REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera memproses lebih jauh kasus yang menyeret nama mantan menkes Siti Fadilah Supari. KPK sebelumnya sudah menetapkan Siti sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk kebutuhan antisipasi kejadian luar biasa tahun anggaran 2005 di Departemen Kesehatan.
"Itu sekarang sedang didalami dan Insya Allah mungkin ke depannya akan ada langkah-langkah," ujar Ketua KPK Abraham Samad di Jakarta, Ahad (6/4).
Samad mengatakan, Mabes Polri sudah menyerahkan kasus yang menjerat Siti kepada KPK. Pada 3 April lalu, KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Siti dan menetapkannya sebagai tersangka.
Terkait posisi Siti sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Samad mengatakan, bukan persoalan bagi KPK. "Tidak ada masalah," kata dia.
Saat masih ditangani Polri, status Siti sudah menjadi tersangka. Kemudian Polri melimpahkan kasus itu kepada KPK. Namun, KPK tidak serta merta menetapkan Siti sebagai tersangka. Lembaga antirasuah itu kemudian mempelajari berkas terkait kasus tersebut.
Jumat (4/4), Juru Bicara KPK Johan Budi mengumumkan secara resmi status Siti. "Penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menyimpulan SFS selaku menteri kesehatan periode 2004-2009 sebagai tersangka," ujar dia.
Johan mengatakan, Siti disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto Pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 56 ayat 2 KUHP.
Rumusan pasal 2 ayat 1 menyatakan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.Pasal itu juga memberikan ancaman denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Dalam pasal 3 dinyatakan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pasal ini memberikan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal 20 tahun penjara. Ancaman denda pada pasal ini paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Sementara pada pasal 5 dirumuskan setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Sedangkan pasal 56 KUHP mengatur tentang mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan. "Pada pasal 56 ini, tersangka diduga ikut membantu terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alkes," kata Johan.
Nama Siti sebelumnya pernah muncul dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alkes yang menjerat mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar Departemen Kesehatan Ratna Dewi Umar. Siti sempat menjadi saksi dalam kasus tersebut. Ratna telah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus korupsi pengadaan alkes terkait penanggulangan virus flu burung tahun anggaran 2006-2007.
Dalam sangkaan Ratna tercantum Pasal 55 KUHP. Johan mengindikasikan masih terbuka kemungkinan adanya tersangka baru. "Kalau sudah dalam dakwaan muncul pasal lima, jaksa melihat ada kemungkinan pihak lain terlibat," ujar dia.