REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--PDI Perjuangan sebelumnya telah menargetkan perolehan 27,2 persen suara pada pemilu legislatif tahun ini untuk menembus presidential threshold. Dengan begitu, mereka berharap bisa mengusung calon presiden dan calon wakil presiden sendiri dalam satu paket.
Namun, pengamat politik dari FISIP Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Burhanuddin Muhtadi, menyarankan PDIP supaya tidak mengusung kader mereka sendiri sebagai cawapres untuk Joko Widodo (Jokowi).
Ia berpendapat, akan terlalu berisiko bagi partai berlambang banteng moncong putih itu jika hal tersebut mereka lakukan.“Sebaiknya cawapres pendamping Jokowi tidak diambil dari orang PDIP juga. Karena itu bisa menimbulkan potensi bagi Jokowi sebagai common enemy alias musuh bersama bagi partai-partai lainnya di pilpres mendatang,” ujar Burhanuddin kepada wartawan di Jakarta, Rabu (2/4).
Tak hanya itu, kata Burhanuddin lagi, jika PDIP mengusung cawapres dari kalangan kader sendiri, maka ‘bulan madu’ Jokowi dengan rakyat setelah ia terpilih menjadi presiden nanti juga akan lebih cepat berakhir. “Hal ini jelas kurang bagus. Tidak saja buat Jokowi, tetapi PDIP juga,” imbuhnya.
Burhanuddin menambahkan, calon pendamping Jokowi mesti diambil dari kalangan luar PDIP yang memiliki basis politik yang kuat di parlemen. Strategi ini diperlukan untuk memastikan roda pemerintahan nasional di bawah kepemimpinan Jokowi ke depan bisa berjalan dengan aman.