Ahad 30 Mar 2014 07:48 WIB

Partai Islam Beri Alternatif

Rep: halimatus sadiyah/ Red: Damanhuri Zuhri
Sekjen PPP M. Romahurmuziy
Foto: entbluextv.com
Sekjen PPP M. Romahurmuziy

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Andi Mohammad Ikhbal, Irfan Fitrat

Koalisi partai Islam membutuhkan satu tokoh penyatu persepsi.

JAKARTA -- Koalisi partai-partai Islam (koalisi hijau) dinilai bisa menyuguhkan figur alternatif calon presiden dalam Pemilu Presiden 2014.

Namun, figur alternatif capres tersebut hanya bisa dimunculkan apabila partai-partai Islam meraih suara yang signifikan dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April 2014.

Atas dasar pandangan itulah Partai Bulan Bintang (PBB) terus berupaya menginisiasi terbentuknya koalisi partai Islam pada Pilpres 2014.

“Nanti bisa saja diadakan konvensi dari lima partai Islam yang ada,” kata Sekretaris Jenderal DPP PBB BM Wibowo kepada Republika, Jumat (28/3).

Kelima partai Islam yang dimaksud Wibowo adalah PBB, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Dia melanjutkan, setelah menggelar konvensi, berdasarkan elektabilitas hasil pileg dan figur capres, kelima partai Islam melakukan pembahasan menyeluruh guna menentukan secara tepat figur capres yang akan diusung.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengatakan, koalisi partai politik yang berbasis Islam berpeluang terwujud apabila muncul satu tokoh penyatu persepsi.

Koalisi Islam tidak akan terjalin selama masing-masing partai merasa punya kiblat berbeda dalam menentukan visi serta misi ke depan.

Menurut Siti Zuhro, partai-partai Islam memang mempunyai ideologi serta platform yang sama. Namun, ego sektoral kelima partai tersebut masih tinggi. Dalam kondisi demikian, sangat sulit berharap koalisi partai hijau bisa benar-benar terjadi.

“Walaupun, tidak menutup kemungkinan ada tokoh yang bisa meredam ego masing-masing partai sehingga suara mereka bersatu. Politik kan dinamis,” kata Siti.

Tanpa adanya figur pemersatu, dia memperkirakan, partai-partai nasionalis akan membuka karpet merah untuk merangkul partai Islam. Langkah partai nasionalis bukan strategi untuk memecah belah poros politik yang dihuni parpol hijau.

Hal itu lebih disebabkan karena partai Islam sendiri yang enggan menyatukan persepsi. “Sekarang ini, saya melihatnya justru ada kecenderungan parpol Islam bergabung dengan parpol lainnya,” kata dia.

Direktur Eksekutif Pol Tracking Institute Hanta Yuda menduga, partai Islam akan cenderung terpecah dan berpihak pada parpol yang memiliki perolehan suara signifikan pascapileg. Peta politik pada 2009 ketika PKS, PAN, PPP dan, PKB bergabung mendukung SBY tampaknya akan terulang.

Menurut Hanta, faktor yang memengaruhi langkah partai Islam tersebut adalah mereka belum mempunyai figur yang kuat untuk memenangkan pilpres.

Karena itu, agar kesempatan menduduki kursi kabinet tetap terbuka, mau tidak mau partai Islam harus menjalin hubungan dengan partai yang meraih suara signifikan dalam pemilu.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah optimistis PKS bisa memimpin salah satu koalisi setelah pileg.

Bahkan, dengan keyakinan itu, PKS juga percaya diri bisa mengusung capres sendiri. Menurut Fahri, hasil survei yang ada sebelum pileg tidak memengaruhi PKS. PKS lebih melihat pada realitas langsung di lapangan.

Sedangkan, Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo mengatakan, nama-nama capres yang bermunculan saat ini sejatinya masih bakal capres. “Karena belum jelas siapa yang benar-benar bisa mendapat kendaraan partai,” ujar Dradjad.

Di Cilegon, Banten, capres yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Joko Widodo mengaku sudah bertemu dengan sejumlah petinggi partai Islam.

Dia mengatakan, hal itu merupakan upaya PDIP untuk menjajaki kemungkinan koalisi dengan partai Islam. “Ya, memang sudah ketemu. Tapi kan tidak bisa kita ekspose,” kata Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement