REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Para petani karet dari berbagai sentra produksi di Sumatera Utara memilih tidak menderes getah dan "hijrah" sementara ke Kota Medan untuk bekerja serabutan menyusul harga jual komoditas itu yang semakin murah.
"Petani sangat susah. Harga getah sangat murah hanya Rp5 ribuan-Rp6 ribuan per kg, padahal produksi sedang sedikit karena kemarau," kata K Siregar, petani karet Labuhanbatu di Medan, Jumat.
Untuk bertahan menghidupi keluarga, kata dia, sebagian besar petani memilih mencari kerja sementara di Kota Medan dan kota lainnya.
"Yah ada yang menjadi sopir angkot, buruh bangunan dan membawa becak. Mau kerja di pabrik susah karena tidak ada ijazah," katanya.
Menurut dia, harga karet sudah beberapa tahun terakhir rendah khususnya pada tahun lalu dan berlanjut hingga awal tahun ini.
K.Siregar berharap harga karet segera naik atau pemerintah membeli karet petani dengan harga normal. Selain itu dapat pula pemerintah memberikan bantuan pinjaman.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah menyebutkan, harga jual karet memang tren rendah di bawah 2 dolar AS per kg dampak pengaruh krisis global.
Harga karet Indonesia jenis SIR20 di bursa Singapura misalnya pada tanggal 27 Maret hanya 1,868 dolar AS per kg sehingga di pabrikan juga sebesar Rp17.671-Rp19.671 per kg.
"Otomatis, memang harga beli ke petani ikut murah," katanya.
Pengusaha pabrikan sendiri tidak berani berspekulasi membeli getah dalam partai besar karena melihat fluktuasi harga begitu cepat terjadi di bursa di tengah permintaan yang masih belum membaik.