REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, masalah Satinah ini sebenarnya bukan soal nominal diyat yang harus dibayarkan. Political will bangsa ini saja yang tidak ada untuk menyelamatkan Satinah.
"Kasus Satinah untuk pemerintah bukan prioritas, tapi dianggap kasus biasa saja. Kalau memang prioritas harusnya Kemenakertrans, BNP2TKI mengupayakan sistem perlindungan TKI,"ujar Anis di Jakarta, Kamis, (27/3).
Presiden SBY saja, terang Anis, bisa memberikan grasi kepada penyelundup narkoba Australia, Corby. Masak Satinah pahlawan devisa negara tidak diperjuangkan.
"Sebenarnya dari pada uang dihamburkan untuk mengirim tim Maftuh Basyuni ke Arab untuk negosiasi lebih baik digunakan untuk membayar diyat saja. Bolak-balik ke Arab juga tidak ada hasilnya,"ujar Anis.
Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan, pemerintah masih mengupayakan lobi-lobi dan negosiasi dengan keluarga majikan Satinah agar jumlah diyat bisa diturunkan.
"Negosiasi dilakukan dengan intesif, baik secara formal maupun informal. Nominal harus turun sebab uang untuk diyat masih terlalu besar,” kata Muhaimin.
Pendekatan, ujar Muhaimin, juga dilakukan melalui jaringan kedutaan besar di Arab Saudi, pihak keluarga dan kerajaan Arab. Negosiasi juga dilakukan pemerintah melalui jalur diplomatik.