REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Rudy Tjahjohutomo mengatakan Indonesia perlu mengembangkan bahan pangan sagu karena lebih sehat dibandingkan beras.
"Beras terbukti kurang sehat apabila dimakan terlalu banyak. Indikasinya, bisnis rumah sakit terus di Indonesia terus berkembang dan menguntungkan. Mayoritas orang Indonesia makan beras dan sering sakit," kata Rudy Tjahjohutomo di Jakarta, Rabu (26/3).
Rudy mengatakan usia harapan hidup antara orang Indonesia bagian barat dan timur juga berbeda. Orang Indonesia bagian barat yang makanan pokoknya beras, usia harapan hidupnya lebih rendah dibandingkan orang Indonesia bagian timur yang makanan pokoknya sagu.
"Ada semacam 'rice food trap' atau jebakan pangan beras. Selama ini kita memang dipaksa makan beras. Kalau beras tidak ada, akhirnya harus impor," tuturnya.
Padahal, kata Rudy, sagu memiliki potensi luar biasa apabila dikembangkan secara optimal. Sayangnya, masih belum banyak industri yang tertarik untuk mengolah sagu sehingga bahan pangan tersebut dianggap kalah kelas dibandingkan bahan pangan lain seperti beras.
"Sagu selama ini selalu dianggap sebagai bahan pangan inferior, Karena itu, sagu harus kita angkat dan kembangkan supaya bisa naik kelas," ujarnya.
Rudy mengatakan sagu juga termasuk bahan pangan dengan indeks glikemik rendah sehingga aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. Karena memiliki indeks glikemik rendah, sagu cepat mengenyangkan dan tahan lama tapi tidak menyebabkan kegemukan.
Rudy menjadi salah satu pembicara dalam diskusi "Pengembangan Industrialisasi Sagu Berbasis Inovasi Teknologi untuk Membangun Ketahanan Pangan Nasional" yang diadakan Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Mapiptek).
Selain Rudy, pembicara lainnya antara lain mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi, pakar agronomi Institut Pertanian Bogor Prof Bintoro dan Direktur Pusat Teknologi Agroindustri BPPT Priyo Atmaji.