REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- DPR mengharapkan pemerintah dapat bekerja lebih ekstra untuk menyelamatkan nasib TKI asal Dusun Mruten Wetan, Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Semarang, Jawa Tengah yaitu Satinah Binti Jumadi Ahmad (41), yang kini diibaratkan sudah berada di depan pelaksanaan hukuman mati atau tahap pemancungan di negara Arab Saudi.
Jika uang diyat sesuai permintaan keluarga korban sebesar 7 juta RS (Riyal Saudi) atau sekitar Rp21 miliar tidak bisa dipenuhi, maka Satinah dipastikan menuju eksekusi pancung. "Kemungkinan pada 4 atau 5 April 2014," ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang antara lain membidangi ketenagakerjaan dan perlindungan TKI di luar negeri, Irgan Chairul Mahfiz, di Jakarta, Selasa (25/3).
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah khusus dalam mewujudkan komitmen pemenuhan diyat (uang pengganti darah), termasuk mengupayakan pengunduran waktu hukuman pancung bagi Satinah. Pemerintah memang telah menyediakan sekaligus memenuhi angka pembayaran diyat sebanyak 4 juta RS melalui penyetoran ke lembaga berwenang di Buraidah, Arab Saudi, namun jumlah itu ternyata ditolak pihak keluarga korban yang tetap menghendaki 7 juta RS. "Pemerintah sejauh ini hanya bersedia menyanggupi besaran uang diyat dengan angka maksimum 4 juta RS (Rp 12 miliar) itu," jelas Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) itu.
Dia menyatakan negosiasi pembayaran uang diyat jangan dibiarkan mengalami kebuntuan. Hal ini mempengaruhi nasib Satinah yang mengarah ke pemancungan. Meski memiliki sisa waktu sedikit, pemerintah harus tetap berjuang maksimal dalam penyelamatan Satinah dari pemancungan. Intinya, pemerintah tidak boleh menyerah. Akan menyedihkan sekali melihat pemerintah gagal menyelamatkan Satinah. Ini menjadikan peran maupun kewibawaannya kembali dihujat oleh masyarakat luas. "Akibatnya, tidak sanggup menangani pembebasan nasib anak bangsa yang akan dipancung untuk kali kedua setelah Ruyati," jelas Irgan.
Irgan meminta pemerintah bersikap proaktif melibatkan komponen masyarakat di tanah air. Mereka pasti ingin berpartisipasi mengumpulkan sumbangan dana untuk melengkapi uang diyat terhadap kasus Satinah. Untuk keperluan itu, pemerintah diharapkan menggalang secara langsung agar segera memperoleh kekurangan uang pembayaran diyat sebesar 3 juta RS. "Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yuhoyono tidak boleh berdiam diri dalam persoalan nasib Satinah, dan sepatutnya berperan paling aktif dengan turut menyediakan dana diyat yang masih kurang itu," pintanya.