Senin 24 Mar 2014 22:35 WIB

Melirik Wisata Syariah

Hery Sucipto
Foto: Istimewa
Hery Sucipto

REPUBLIKA.CO.ID Oleh; Hery Sucipto (Direktur Wisata Syariah Consulting, penulis buku)

Peradalam Islam punya banyak potensi yang belum tergali. Salah satunya adalah wisata halal atau syariah. Jumlah umat Islam di dunia maupun Indonesia yang terus bertambah setiap tahunnya dan semakin populernya pemakaian produk halal di dunia membuat wisata syariah menjadi ladang bisnis yang menggiurkan sekaligus wahana syiar agama.

Penganut Islam di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 205 juta jiwa atau 88,1 persen dari jumlah penduduk 248 juta jiwa. Sedangkan di seluruh dunia, populasi umat Islam berjumlah lebih dari 1,8 miliar jiwa atau sekitar 28 persen dari total penduduk dunia yaitu 6,4 miliar dan tersebar di 148 negara.

 

Setiap tahun diperkirakan pertumbuhan jumlah penduduk Muslim mencapai 1,8 persen atau 60 persen di atas tingkat pertumbuhan penduduk non-Muslim yang hanya 1,12 persen. Fakta ini sekaligus menunjukkan pertumbuhan populasi Muslim yang meningkat setiap tahunnya.

 

Berdasarkan Laporan Ekonomi Islam Global 2013 yang dikeluarkan Dinar Standard dan Thomson Reuters, pengeluaran Muslim untuk berpergian dan berwisata pada 2012 mencapai 137 miliar dolar AS. Ini termasuk perjalanan haji dan umrah.

 

Angka tersebut mewakili 12,5 persen dari total pengeluaran global untuk bepergian yang mencapai 1.095 milar dolar AS. Diproyeksikan pengeluaran Muslim untuk ini akan meningkat hingga 181 dolar AS pada 2018.

 

Selain itu, produk halal ternyata tidak hanya dikonsumsi oleh Muslim. Namun juga nonmuslim. Hal ini menyusul semakin sadarnya mereka akan manfaat konsep halal yang diterapkan Islam, baik dalam makanan, wisata, jasa keuangan, dan lainnya.

 

Secara global, nilai konsumsi produk halal seperti makanan, minuman, farmasi, obat-obatan dan perawatan tubuh, serta kosmetik sudah mencapai sekitar 2,3 triliun per tahun pada 2010. Dengan perkiraan nilai total pasar bisnis syariah berkisar 3-4 triliun dolar AS. Pasar makanan halal mencapai 700 triliun dolar AS dan tumbuh semakin cepat.

Belum Maksimal

Sayangnya, saat ini masih sedikit pengusaha yang memanfaatkan peluang tersebut. Masih ada sejumlah pemikiran dari para pebisnis bahwa identitas halal yang dilekatkan pada produknya akan memperkecil sebaran produk hanya kepada Muslim. Ada pula yang berpandangan bahwa label halal atau syariah akan membuat pelanggan yang bukan beragama Islam lari.

 

Hal ini justru salah dan harus diluruskan. Kenyataannya banyak negara dengan minoritas muslim yang mengakomodasi bisnis halal dan syar’i. Sebut saja Australia, Thailand, dan Jepang, meskipun bukan negara Islam, mereka tetap menyediakan sejumlah fasilitas yang mendukung pelaksanaan ibadah para Muslim di bandarannya. Atau, Singapura yang menyediakan sejumlah hotel syariah.

 

Pememrintah Indonesia memang sudah mulai menggarap potensi wisata syariah sejak tiga tahun lalu. Proyek besar yang digagas dan dikawal langsung oleh Wamen Parekraf, Dr Sapta Nirwandar tersebut, kini mulai tersosialisasi di masyarakat dengan baik. Sapta mengakui, bahwa potensi besar yang dimiliki Indonesia belum maksimal digarap jika dibanding negara lain di Asia Tenggara.

Oleh karenanya, peran pemerintah perlu ditingkatkan untuk mendukung mempromosikan dan menggarap wisata syariah ini. Pemerintah dan pelaku usaha harus bahu-membahu untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata syariah terbesar di dunia.

 

Apalagi Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan wisata syariah dan produk halal lainnya. Sepanjang tahun 2013 saja misalnya, target kunjungan wisatawan asing ke Indonesia terpenuhi, yakni 9,1 juta wisman. Dengan prediksi rata-rata setiap wisman membelanjankan 1.150 dollar Amerika, maka devisa dari sektor pariwisata sangat besar. Sementara wisman muslim yang memanfaatkan potensi wisata syariah diperkirakan 1.5-2 juta orang. Jika ditambah dengan wisatawan muslim domestik, memang angkanya cukup tinggi, yakni berkisar 10 juta, meski dibanding populasi muslim Indonesia, jumlah tersebut masih sangat kecil (Wisata Syariah Institute).

Dengan memiliki banyak objek wisata alam yang patut dikunjungi, budaya yang mempesona dan layak disaksikan, populasi muslim yang banyak dan sejarah keislaman yang panjang, maka wisata syariah Indonesia berpotensi tidak saja menyumbang pemasukan bagi negara yang sangat siginifikan, tapi juga akan menggerakkan dan memberdayakan ekonomi kerakyatan kita.

 

Industri ini harus didukung oleh distribusi dan strategi pemasaran yang baik, standar regulasi yang tepat. Selain itu diperkuat oleh profesional di bidang keuangan serta lembaga pelatihan tentang pariwisata dan keuangan syariah. Jika dibanding Malaysia maupun Singapura, dukungan pemerintah Indonesia memang masih minim. Di Asia Tenggara, Malaysia berada di urutan pertama pengelolaan wisata syariah. Negeri jiran ini bahkan memiliki dirjen khusus pariwisata Islam.

 

Tak hanya sebagai sebuah peluang bisnis, wisata syariah juga harus dimaknai sebagai upaya untuk membantu umat Islam agar tetap bisa menikmati dunia tanpa harus keluar dari jalan yang telah digariskan Allah. Mereka tidak perlu takut lagi melalaikan shalat, tak sengaja memakan dan meminum sesuatu yang haram, atau merasa tidak nyaman berada di tempat yang tak mempedulikan batasan pergaulan perempuan dan laki-laki. Dengan begitu, tak hanya uang yang didapat, namun juga keridaan Tuhan atas rezeki dan aktivitas yang kita lakukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement