REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diperkirakan sekitar 321 juta jiwa penduduk Indonesia akan mengalami kelangkaan air bersih pada 2025. Pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan ketersediaan air dan perilaku masyarakat yang boros air menjadi penyebab utamanya. Penggunaan air dalam kegiatan rumah tangga sehari-hari merupakan salah satu faktor yang menyebabkan akan terjadinya krisis air bersih di Indonesia.
Kegiatan mencuci pakaian berkontribusi dalam pemakaian air terbesar kedua setelah keperluan mandi. Brand Manager Molto PT Unilever Indonesia, Tbk, Pauline Liongosari mengatakan, kegiatan mencuci baju menghabiskan hingga 30 persen konsumsi air dalam rumah tangga secara keseluruhan. Dari jumlah 30 persen tersebut, 70 persennya digunakan untuk pembilasan.
“Harus ada perubahan perilaku menghemat air sesegeranya demi menyelamatkan kehidupan generasi mendatang,” ujarnya akhir pekan lalu.
Pemakaian air rata-rata rumah tangga di perkotaan di Indonesia untuk golongan ekonomi menengah ke bawah adalah 169,11 liter perorang perhari. Sementara untuk golongan ekonomi menengah ke atas adalah 247,36 liter perorang perhari untuk kegiatan sehari-hari seperti mencuci tangan, menggosok gigi, mandi, toilet, mencuci baju, mencuci piring, memasak, menyiram tanaman dan mencuci kendaraan.
Pendiri dan Ketua Indonesia Water Institute, Firdaus Ali memaparkan sejak tahun 2000 telah terjadi kelangkaan air bersih di beberapa kawasan di Indonesia. Data memperlihatkan bahwa Pulau Jawa telah mengalami defisit air sebesar 2,809 miliar meter kubik, Sulawesi 9,232 miliar meter kubik,
Bali 7,531 miliar meter kubik dan NTT 1,343 miliar meter kubik.
Di Jakarta sendiri, sampai 2013 cakupan layanan air bersih baru mampu menjangkau sekitar 38 persen dari total jumlah populasi (10,1 juta jiwa). “Jika sepersepuluh dari warga Jakarta dapat mengubah perilakunya untuk menghemat air, maka dapat bantu memperlambat laju krisis air,” kata dia.
Ibu berperan besar dalam mengajarkan perilaku penggunaan air secara optimal demi kelestarian air untuk masa depan generasi mendatang yang lebih cerah. Lebih dari itu, menghemat air juga secara langsung dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga. Ibu dapat mulai mengubah perilaku keluarga dalam penggunaan air bersih dari sekarang secara optimal melalui 3P yakni pengurangan, penggunaan kembali dan pelestarian air.
Ibu dari satu orang putra yang juga merupakan pecinta lingkungan, Riyanni Djangkaru mengatakan melestarikan air untuk kehidupan anak di masa depan dapat dimulai perlahan dalam keseharian. Ibu sebagai penggerak rumah tangga dituntut untuk menjadi panutan keluarga agar langkah kecilnya dalam menghemat air mudah ditiru dan diikuti oleh anggota keluarga yang lain. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menghemat air melalui 3P.
“Di rumah, saya membiasakan menggunakan hanya satu gayung air dan waslap saat mandi untuk mengurangi penggunaan air, menampung air hujan agar dapat digunakan kembali untuk menyiram tanaman, serta membuat lubang resapan biopori atau menanam tanaman yang mampu menyimpan banyak air,” ucapnya.