Ahad 23 Mar 2014 17:42 WIB

Faktor Miras dalam Tindak Kriminal Remaja Masih Tinggi

Penggagas gerakan Say No To Miras, Fahira Idris (tengah), menunjukan buku dan kaos bertuliskan Anti Miras di Jakarta, Senin (3/3).   (Republika/Tahta Aidilla)
Penggagas gerakan Say No To Miras, Fahira Idris (tengah), menunjukan buku dan kaos bertuliskan Anti Miras di Jakarta, Senin (3/3). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akses remaja mendapatkan minuman keras saat ini masih sangat mudah, sehingga membuat remaja kerap berada dalam pengaruh alkohol. Faktor ini juga yang membuat remaja melakukan tindakan kriminal, bahkan pembunuhan. 

“Dari wawancara mendalam yang kita lakukan terhadap 13 orang remaja yang mengonsumsi miras pada saat melakukan tindakan kriminal pembunuhan, mereka begitu mudahnya membeli miras dan sama sekali tidak terawasi oleh keluarga maupun lingkungan sosialnya,” ujar Ketua Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) Fahira Idris, Ahad (23/3). Penelitian itu mereka lakukan bersama Pusat Kajian Kriminologi FISIP UI

Penelitian ini juga menemukan bahwa berdasarkan data pemberitaan media massa, sebanyak empat persen kejahatan di Jakarta sepanjang 2013 dilatarbelakangi oleh konsumsi miras. 

"Statistiknya masih kecil, karena basis data penelitian kita masih lewat pemberitaan salah satu media cetak lokal jakarta. Namun, dalam perspektif perlindungan anak, ini mengkhawatirkan dan menujukkan masih belum bersahabatnya Kota Jakarta terhadap perlindungan anak-anak kita dari miras,” jelas Fahira saat membagikan 100 buku Anti Miras berjudul Say: No, Thanks, kepada para pelajar pada saat car free day, di Bundaran Hotel Indonesia, pagi tadi. 

Untuk itu diperlukan solusi untuk mengatasi marajelalanya miras di kalangan remaja. Yakni intervensi negara dalam mengendalikan produksi, distribusi, dan penjualan miras serta melarang tegas menjual miras kepada remaja. 

”Saya sangat apresiasi beberapa kepala daerah yang berani membuat terobosan membuat Perda yang melarang 100 persen miras beredar di daerahnya,” ujar Fahira. 

Menurut, Fahira, kepala daerah yang lain tidak perlu takut membuat Perda Anti Miras, karena Perpres No.74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol mempunyai poin khusus, dimana kepala daerah diberikan wewenang untuk mengatur peredaran miras sesuai dengan kondisi kulturnya. 

“Ini artinya menurut saya, kalau bupati/walikota mau melarang 100 persen miras di daerahnya, itu kewenangan mereka,” kata penulis Buku Anti Miras berjudul Say: No, Thanks ini. 

Solusi kedua, lanjut Fahira, adalah kebijakan pengendalian individu (personal control policy) yang dilakukan melalui pembuatan berbagai aturan. Misalnya melarang mengendarai kendaraan saat dalam pengaruh miras, memberikan layanan rehabilitasi bagi pengguna alkohol dan yang penting edukasi bahaya miras terutama kepada kalangan remaja. 

“Seperti yang dilakukan GeNAM sekarang. Kami mengedukasi bahaya miras kepada remaja lewat buku yang ditulis dengan bahasa sehari-hari mereka agar mudah dicerna dan dipahami. Kami juga sosialisasi langsung ke sekolah hingga RT/RW,” ujar Fahira lagi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement