Ahad 23 Mar 2014 19:15 WIB

Pejabat Bangga PAD dan APBD Besar

Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Foto: ist
Pendapatan Asli Daerah (PAD)

REPUBLIKA.CO.ID, DEPASAR -- Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia mengingatkan, pendapatan asli daerah (PAD) dan besaran APBD selama ini sering menjadi kebanggan pejabat, padahal hal itu bisa menimbulkan kerusakan.

"Dengan 'hijaunya' pada PAD dan APBD bisa menyebabkan runtuhnya kebudayaan Bali. Padahal kebudayaan setempat menjadi landasan bagi semua sektor kehidupan," kata Prof Windia yang juga ketua pusat penelitian subak Unud di Denpasar, Minggu.

Ia mengatakan, subak yang diwarisi secara turun temurun sejak sebelas abad silam di Bali keberadaannya semakin terdesak akibat banyak lahan pertanian yang beralih fungsi.

Padahal organisasi pengairan tradisional bidang pertanian itu merupakan bagian penting dari unsur kebudayaan Bali.

Para ahli antropologi menyatakan bahwa kelemahan pembangunan yang dihadapi selama ini akibat proses pembangunan yang terlalu bersifat hanya melihat untuk kepentingan jangka pendek dan elitis yakni sangat ditentukan oleh pejabat dan elit.

Menurut Windia hal itu mungkin terjadi, karena sekarang biaya pilitik yang sangat mahal dan sistem politik yang ditandai dengan banyaknya politik uang.

Selain itu pandangan elit hanya menyukai bidang ekonomi, pertumbuhan dan teknologi, kurang tertarik terhadap aspek sosial, pemerataan serta kebudayaan.

Fenomena seperti ini akan terus terjadi, jika sistem politik Indonesia tidak direformasi. Sistem politik sekarang, sejatinya sudah bertentangan dengan sila ke-4 dari Pancasila, khususnya dalam pelaksanaan pemilu.

Kondisi itu sudah jauh dari nilai-nilai UUD 1945 ketika dilahirkan pada saat-saat perang dan revolusi kemerdekaan.

Windia ingin mengajak agar belajar dari sistem subak, sebuah sistem yang mengutamakan harmoni dibandingkan konflik.

Demikian pula mengutaman konsensus dibandingkan dengan demokrasi (setengah plus satu), mengedepankan efektivitas dibandingkan dengan sekedar efesiensi.

Subak juga menekankan sustainabilitas dibandingkan hanya sekedar produktivitas. Oleh sebab itu di masa mendatang tidak bisa lagi menyelesaikan berbagai persoalan sosial, bangsa dan negara, hanya dengan aturan-aturan tertulis.

Oleh sebab itu harus digali berbagai kearifan lokal untuk membantu memecahkan berbagai masalah yang akan semakin komplek.

"Untuk itu marilah kita jangan sungkan untuk berguru dan belajar dari sistem subak," harap Prof Windia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement