REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Perajin batik Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menciptakan motif kombinasi antara geblek renteng dengan yang sedang berkembang dan diminati di pasaran.
Perajin Manggala Batik, Suroso di Kulon Progo, Ahad (23/3), mengatakan pembuatan kain/pakaian batik harus disesuaikan dengan selera pasar yang sedang berkembang.
"Di DIY ini banyak perajin batik. Hal utama supaya dapat bertahan menjadi perajin batik yakni berani membuat produk dengan desain yang laku dan diminati pasar. Kalau tidak bisa berinovasi dan bermain warna, akan ketinggalan," kata Suroso.
Untuk itu, kata dia, dirinya mengembangkan batik berpola. Yakni kombinasi motif batik yang dibuat tidak simetris, tetapi saat dijahit maka motif antara yang satu dengan lainnya menjadi perpaduan yang selaras.
"Membatik itu tidak sekadar membuat pola dan memberi warna pada kain putih, tapi harus membuat pola dan motif batik yang dapat dinikmati keindahannya," kata dia.
Menurut dia, perajin batik yang berkembang di Kulon Progo cenderung mengembangkan motif lawas dan bermain warna. Sehingga perkembangan industri batik di Kulon Progo terkesan lambat.
Untuk mendobrak pasaran batik, kata dia, perajin harus mampu menciptakan ide-ide kreatif yakni dengan membuat motif baru. Dirinya telah meluncurkam 15 motif ke pasar. Setiap motif baru bisa mendongkrak omzet penjualan.
"Saya tidak mau menjual batik dengan motif baru kalau tidak mampu meningkatkan omzet. Minimal, satu motif mampu mendongkrok 10.000 ribu lembar. Apabila di bawah itu, saya lebih memilih membuat motif yang ada. Sebab, akan ditiru perajin lainnya," kata dia.
Dia mengatakan batik kreasinya mampu tembus pasaran Papua Barat, Lombok dan toko-toko batik ternama di DIY. Mereka memesan secara individu atau lembaga.
"Mereka yang membuaf motifnya. Kemudian kami kombinasi dengan motif lain. Hasilnya, batik buatan kami banyak diminati pasaran. Omzetnya juga cukup bagus," kata dia.