REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan sistem "parking meter" atau parkir menggunakan alat ukur lama waktu parkir di ibu kota masih menemukan kendala. Salah satunya lantaran masih maraknya premanisme dan kurangnya disiplin warga.
"Saya yakin sistem ini bisa membatasi penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Tapi, kendalanya adalah premanisme yang masih marak dan warga yang kurang disiplin," kata Basuki di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat.
Oleh karenanya, menurut pria yang akrab disapa Ahok itu, pihaknya memiliki strategi, yakni merekrut para preman tersebut untuk menjaga areal parkir yang dipasang alat meteran parkir.
"Intinya, aksi premanisme itu harus dibatasi. Caranya, dengan merekrut para preman, kemudian kita berikan gaji. Dengan begitu, pemasukan dari hasil parkir tidak jatuh ke preman. Kan nanti kita sama-sama diuntungkan," ujar Ahok.
Kendati demikian, dia menuturkan saat ini sistem parking meter belum dapat diterapkan di Jakarta karena masih berada dalam tahap lelang pengadaan.
"Awalnya, memang kita targetkan bulan April sudah bisa diterapkan. Tapi, sampai sekarang masih dalam tahap lelang. Jadi, otomatis penerapannya pun mundur," tutur Ahok.
Sistem parking meter merupakan perangkat yang digunakan sebagai pembayaran jasa parkir kendaraan bermotor di bahu jalan atau on street dalam jangka waktu terbatas.
Tarif parkir on street dengan sistem parking meter akan ditentukan per jam berdasarkan zonasi. Ada zonasi yang tarifnya Rp3.000, Rp4.000 dan Rp 8.000 per jam.
Penerapan sistem parking meter juga bertujuan mengatur pembatasan penggunaan kendaraan bermotor pribadi di wilayah ibu kota, sehingga membantu mengurangi kemacetan.