REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sidang pembacaan vonis kasus pungutan ilegal biaya pernikahan dengan terdakwa penghulu Romli, yang adalah Kepala KUA Kecamatan Kota Kediri, Jawa Timur, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, ditunda.
"Sidang terdakwa Romli ditunda, dengan alasan berkas materi putusan hakim belum siap," kata Jaksa Penuntut Umum Sidharta Praditya seusai penundaan sidang di PN Tipikor, Surabaya, Kamis.
Jaksa menjelaskan, sidang selanjutnya akan dilakukan satu pekan mendatang. Tim Kejari Kediri juga tidak bisa berbuat banyak, karena penetapan putusan atau vonis bergantung pada kesiapan Majelis Hakim.
"Jika ditunda itu kewenangan Majelis Hakim, tidak ada rasa kecewa," katanya.
Sementara itu, Romli mengaku sudah pasrah menerima hukuman yang akan diputuskan majelis hakim. Ia mengaku sudah siap mental, apapun yang akan diputuskan.
Walaupun sudah pasrah, ia mengaku tidak terlalu tenang. Sampai saat ini belum ada kejelasan dengan statusnya ataupun putusan yang akan diberikan padanya.
"Saya sudah siap mental, tapi rasanya capai, harus sering ke Surabaya," katanya.
Sidang itu berlangsung hanya sekitar tiga menit. Sidang dihadiri oleh Ketua Majelis Hakim Sri Herawati, serta anggotanya, dan langsung dibacakan penundaannya.
Sebelumnya, Jaksa menuntut Romli dihukum 15 bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sidang tersebut juga dihadiri oleh sejumlah rekan Romli dari Kementerian Agama Kota Kediri, serta keluarga. Mereka memberikan dukungan kepada Romli yang terjerat dugaan korupsi kasus pungutan ilegal biaya pernikahan.
Romli yang juga merupakan pejabat pencatat nikah diduga menerima aliran dana sebesar Rp50 ribu untuk setiap pernikahan ditambah Rp10 ribu per pernikahan dalam kapasitasnya sebagai Kepala KUA, dari pencatatan nikah yang ditanganinya antara Januari hingga Desember 2012. Biaya resmi untuk pernikahan seharusnya Rp30 ribu dan ketika warga mendaftar sudah dinaikkan menjadi Rp225 ribu.
Kasus Romli tersebut mengundang reaksi keras seluruh penghulu di Jawa Timur. Forum Komunikasi Kepala Kantor Urusan Agama (FKK-KUA) se-Jawa Timur menolak pernikahan di luar balai nikah KUA dengan dalih enggan dituduh menerima gratifikasi, sehingga pernikahan harus dilakukan di dalam kantor sesuai dengan jam kerja.
Kasus tersebut sampai saat ini masih diselidiki Kejari Kediri, yang mengindikasikan jika dana tersebut juga mengalir ke pejabat Kementerian Agama Kota Kediri dengan adanya setoran Rp20 ribu setiap pencatatan peristiwa pernikahan.