REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Praktek politik uang dalam pemilu adalah salah satu perbuatan yang sering kali ditemukan. Ternyata pada Pemilu 2014 ini masyarakat sudah menganggap praktek politik uang adalah hal yang wajar.
Temuan itu didapat berdasarkan survei yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan hasil survei KPK ternyata sebanyak 71,72 persen masyarakat menganggap politik uang itu adalah wajar.
Kepala Kajian Kemiskinan dan Pembangunan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat–Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) Teguh Dartanto, menilai politik uang marak terjadi karena masyarakat banyak yang enggan untuk memilih calon anggota legislatif.
"Kurangnya kredibilitas caleg juga dipertimbangkan publik. Bagi masyarakat, daripada mereka memilih caleg secara tidak sukarela, lebih baik mereka menerima uang sebagai keuntungan ekonomi sesaat," ujar Teguh, di Kampus UI, Depok, Kamis (20/3).
Teguh menambahkan, masyarakat banyak yang berpikir bahwa hak pilih itu merupakan aset. Sehingga daripada hak pilih diberikan secara cuma-cuma, maka mereka pilih untuk menjual hak suaranya.
"Cepat atau lambat, dengan meningkatnya pendidikan dan ekonomi, masyarakat juga menyadari politik uang itu tidak baik. Ini adalah proses demokrasi," tandas Teguh.