Ahad 16 Mar 2014 10:39 WIB

Kemenperin: Halal Jadi Nilai Tambah Produk

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Fernan Rahadi
Sertifikasi Halal.    (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Sertifikasi Halal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) mewajibkan semua produk pangan, medis, obat-obatan dan kosmetik memperoleh sertifikasi halal.  Polemik terkait pembahasan RUU yang telah diusulkan sembilan tahun lalu itu masih bergulir. 

Salah satu faktor yang memperlambat pembahasan RUU JPH adalah perbedaan konsep ihwal lembaga yang berwenang melakukan sertifikasi halal.  DPR menginginkan agar kewenangan tetap berada di Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia sebagaimana yang sudah berjalan selama ini.  Sedangkan, pemerintah menginginkan kewenangan lembaga pemberi sertifikat halal di bawah kendali negara. 

Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Enny Ratnaningtyas menjelaskan, institusinya secara aktif mengikuti pembahasan RUU Halal.  Salah satu polemik yang berkembang adalah sifat sertifikasi halal, antara wajib atau sukarela. 

"Terakhir, semua sudah sepakat.  Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Agama menyepakati sifatnya sukarela, bukan wajib.  DPR juga sudah setuju," ujar Enny dalam workshop pendalaman kebijakan industri untuk wartawan di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (14/3). 

Menurut Enny, apabila sertifikasi halal diberlakukan, sudah tentu tidak ada diskriminasi dalam pelaksanaannya, termasuk pada industri pangan berbasis agro.

Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah menambahkan, pola pikir terkait halal harus dimulai dari persepsi maupun attitude masyarakat Indonesia.  Terlebih, masyarakat Tanah Air memiliki keragaman, walaupun didominasi oleh komunitas Muslim dengan presentase sekitar 80an persen. 

"Tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang fanatik, ekstrem.  Halal ini kepentingan informasi ke konsumen bahwa ini halal dan sesuai kriteria yang ditetapkan," ujar Euis dalam forum yang sama.  Lebih lanjut, Euis mengatakan, sertifikasi halal dapat menjadi nilai tambah suatu produk, khususnya produk pangan.  "Bukan barrier (pembatas) yang berat," kata Euis. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement