Ahad 16 Mar 2014 09:48 WIB

Brunei Tegakkan Syariat (Bagian-2, habis)

Sultan Hassanal Bolkiah, Raja Brunei Darussalam.
Foto: IST
Sultan Hassanal Bolkiah, Raja Brunei Darussalam.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zaim Saidi*

Kedua, tata pemerintahan Islam dijalankan melalui Personal Rule, bukan sebuah komite, dan dipimpin oleh seorang sultan, bukan oleh presiden yang dipilih secara demokratis melalui pemilu.

Ini perlu dipahami dan dimengerti dalam konteks marak munculnya kembali kesultanan-kesultanan di nusantara, termasuk di Indonesia akhir-akhir ini.

Sultan bukanlah sekadar gelar atau jabatan, melainkan tugas dan kewenangan yang diatur dalam syariat Islam. Kesultanan Brunei memberikan contoh mutakhir tentang hal itu kepada kita.

Tiga, sampai saat ini, kita memang baru mendengar pelaksanaan syariat Islam di Brunei itu belum termasuk urusan muamalah di mana unsur pokok yang paling penting adalah diharamkannya riba.

Pemakan riba, pemakan timbangan, seharusnya masuk di dalam kanun itu dan harus dihukum berat. Dan, itu berarti pelarangan bank, dengan segala produknya, termasuk uang kertas.

Langkah ini pada akhirnya harus ditempuh karena syariat Islam tidak bisa dijalankan hanya sepotong-sepotong.

Keempat, meski syariat muamalah belum ditetapkan untuk diterapkan kembali, ketentuan tentang hukum pencurian dan diyat secara otomatis mengharuskan dicetak dan digunakannya kembali dinar dan dirham.

Sebab, hanya dengan dinar dan dirhamlah nisab dan nilai hukuman atas kejahatan mencuri dan yang mengharuskan diyat dapat ditentukan.

Nisab hukum potong tangan adalah 0,25 dinar atau 3 dirham. Diyat untuk penghilangan nyawa adalah 1.000 dinar.

Dan memang, dalam Kanun Hukuman Jenayah Syariah 2013, Sultan Bolkiah telah menetapkan nisab potong tangan dan diyat ini dalam dinar emas, yaitu 1 dinar (lebih ringan dari ketetapan Rasul SAW, yaitu 0,25 dinar atau 3 dirham) dan 1.000 dinar.

Kelima, becermin dari keputusan dan tindakan Sultan Bolkiah, kita melihat ada tiga orang sultan lain di nusantara: Sultan Bantilan II di Sulu (Filipina Selatan), Sultan PRA  Arief Natadiningrat di Kasepuhan, Cirebon, dan Sultan Mudaffar Sjah II di Kesultanan Ternate, telah mencetak dan mengedarkan dinar dan dirham.

Zakat juga telah mulai ditarik dan dibagikan dalam bentuk dinar dan dirham. Pasar-pasar terbuka, dengan muamalah dengan dinar dan dirham, pun telah mulai berjalan.

Para sultan inilah yang akan menyelamatkan rakyat dan umat pada masa depan di tengah mulai runtuhnya sistem kapitalisme riba yang kita saksikan hari-hari ini. Humanisme, produk keangkuhan manusia, telah terbukti gagal menyejahterakan manusia.

Kita memerlukan hukum Allah SWT dan Rasul-Nya. Syariat Islam bukan cuma soal ibadah, melainkan muamalah sehari-hari.

Dan, seperti ditunjukkan oleh Sultan Bolkiah, juga sultan-sultan lain di atas, merekalah yang akan kembali menegakkan syariat Islam di bumi ini.

Tugas dan kewajiban kita, rakyat dan umat Islam, adalah mendukung, mendengar, dan menaati mereka, para ulil amri, yang dipandu oleh para fuqaha.

*Peneliti Senior PIRAC

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement