Ahad 16 Mar 2014 09:43 WIB

Brunei Tegakkan Syariat (Bagian-1)

Sultan Hassanal Bolkiah, Raja Brunei Darussalam.
Foto: IST
Sultan Hassanal Bolkiah, Raja Brunei Darussalam.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zaim Saidi*

Sebuah peristiwa penting bagi umat Islam terjadi menjelang akhir 2013. Pada 22 Oktober 2013, Sultan Hassanal Bolkiah menyatakan akan menerapkan syariat Islam di Kesultanan Brunei Darussalam.

Para pencuri yang terbukti bersalah akan dihukum potong tangan, para pezina dirajam, pembunuh diqishas, pelaku beberapa jenis kejahatan lain, termasuk peminum miras, akan dicambuk.

Sultan Bolkiah memastikan hukum jinayat ini akan segera berlaku enam bulan sejak diumumkannya, yakni April 2014 ini.

Keputusan itu sendiri sebenarnya telah dibuat sekitar tiga bulan sebelumnya, yakni pada pertengahan Ramadhan 1434 H (Juli 2013), dengan sebutan Bil. 69 Perintah Kanun Hukuman Jenayah Syariah 2013.

Pengumumannya oleh Sultan Bolkiah pada Oktober 2013 itu sekaligus secara resmi mencatatkannya dalam Perlembagaan Negara Brunei Darussalam, Perkara 83 (3).

Kanun ini terdiri atas sejumlah bab dan pasal, dalam dokumen setebal 132 halaman. Isinya mencakup berbagai masalah yang terkena hadd, yaitu hukuman atau siksaan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul SAW.

Di Brunei, seperti di Indonesia dan Malaysia, sejauh ini syariat Islam diterapkan hanya secara sangat terbatas pada masalah personal, yakni dalam hukum pernikahan dan waris.

Ketika Sultan Bolkiah memperluasnya ke masalah pidana, beberapa pihak yang anti-Islam mencela tindakan itu sebagai pengabaian hak sipil dan hak asasi.

Sebagian lagi menyatakan tindakan Sultan Bolkiah ini beralasan politis untuk mengonsolidasikam kekuasaannya.

Melongok stabilitas politik negeri itu selama 50 tahun terakhir dan tingkat kesejahteraan ekonomi penduduknya, dengan GNP/kapita sekitar 25 ribu dolar AS, alasan politis sebagaimana dituduhkan itu sangatlah kecil.

Di Brunei hak warga untuk memiliki harta juga sepenuhnya dijamin, dengan tanpa dipajaki sedikit pun, kecuali zakat yang diwajibkan syariat Islam yang hanya ditarik sekali setahun sebesar 2,5 persen.

Sultan Bolkiah pun menegaskan penerapan syariat Islam adalah untuk memenuhi kewajiban kita kepada Allah SWT. Dan tindakan itu merupakan bagian dari langkah besar sejarah Burnei Darussalam.

Ada sejumlah hal yang perlu umat Islam pahami dan renungkan dari peristiwa penting ini. Pertama, penduduk negeri Brunei yang majemuk, dengan warga Muslim hanya 67 persen, sama sekali tidak menjadi penghalang bagi ketaatan pada hukum Allah SWT dan Rasul SAW.

Sebagai ulil amri, yakni sultan yang dipandu oleh para fuqaha, Sultan Bolkiah dan rakyat Brunei mencontohkan kepada kita jalan kembalinya dan cara menegakkan syariat Islam.

Penerapan syariat Islam tidak memerlukan keputusan parlemen dengan undang-undang atau perda, tapi melalui titah seorang ulil amri, yaitu seorang sultan, yang didampingi oleh Dewan Shura.

*Peneliti Senior PIRAC

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement