REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- PDI Perjuangan sudah mendeklarasikan Joko 'Jokowi' Widodo (Gubernur DKI Jakarta) sebagai calon presiden dari partai tersebut. Namun, Gerinda memertanyakan kembali tentang perjanjian yang pernah dibuat antara kedua belah pihak.
Pada 2009, ada perjanjian antara Gerindra dan PDIP di Batu Tulis. Salah satu kesepakatan perjanjian tersebut ialah mendukung Prabowo Subianto menjadi presiden pada Pemilu 2014. Peneliti Politik LIPI, Siti Wiwi Zuhro mengatakan, ini merupakan masalah internal kedua partai. ''Tidak perlu diumbar ke media massa atau ke masyarakat,'' kata dia, Sabtu (15/3).
Wiwi, begitu ia kerap disapa, mengatakan yang merasakan imbasnya ialah masyarakat itu sendiri. Masyarakat menjadi terbebani dengan mencuatnya masalah ini dan merasa terlibat. Partai politik merupakan pilar demokrasi yang di dalamnya ada sinergitas, komunikasi dan diskusi. Poin ini penting untuk memusyawarahkan berbagai permasalahan secara pro aktif.
Ia menjelaskan, jika masalah itu benar, diharapkan partai berkomunikasi kembali. Dan melihat apakah perjanjian tersebut 'hitam di atas putih'' atau sekadar berjanji biasa saja dengan ucapan. ''Kalau sekadar ngobrol tidak bisa jadi landasan,'' kata dia.
Jika memang ada 'hitam di atas putih' berarti ada landasannya. Dan partai Gerindra patut mempertanyakan masalah perjanjian itu kembali kepada PDIP. Menurut Wiwi, munculnya perjanjian itu di surat kabar sebagai ketidakpuasan Gerindra terhadap sikap PDIP yang malah mendukung Jokowi sebagai capresnya.
Wiwi juga mengakui, tindakan PDIP yang mengangkat Jokowi sebagai capres karena elektabilitasnya tinggi. ''Kini kan Jokowi dan PDIP jadi sentralnya di 2014,'' kata dia.