REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pengamat lingkungan dari Universitas Riau (UR), Tengku Ariful Amri menyatakan, peristiwa kebakaran yang melanda daerah ini secara terus menerus adalah bentuk penghancuran rumah kehidupan yang nyata.
"Kami melihat, ketika hutan sudah habis orang pun mulai masuk ke kawasan-kawasan terlarang yang dilindungi oleh undang-undang. Seperti hutan lindung nasional, cagar biosfer dan lainnya," kata Amri di Pekanbaru, Jumat (14/3).
Sebab itu, demikian Amri, kami melihat penghancuran rumah kehidupan ini sudah menjadi sebuah kenyataan, karena semua pihak sudah mendapatkan atau merasakan dampak yang terjadi hingga saat ini.
Selain itu, perusakan rumah kehidupan ini juga akan berdampak pada kehidupan masa depan semua makhluk hidup, mulai dari manusia, hewan maupun tumbuhan.
Buat manusia dengan akal dan fikirannya, ia akan mampu mengantisipasinya walaupun kondisinya semakin sulit. Namun buat hewan dan tumbuhan, kata dia lagi, telah begitu nyata yakni berupa kepunahan dan berbagai spesies mulai hilang dari muka bumi ini.
"Dengan kepunahan keanekaragaman hayati baik fauna maupun flora, ini akan menghancurkan kehidupan manusia secara abadi," katanya.
Maka menurut dia, kebakaran lahan yang rutin terjadi setiap tahunnya ini, sama halnya dengan penghancuran rumah kehidupan baik itu manusia, flora maupun fauna. Secara fisik dan kemampuan, demikian Amri, manusia memang satu-satunya makhluk yang akan bertahan hidup lebih lama.
Namun dengan percepatan punahnya keanekaragaman hayati, itu juga menurut dia akan mempercepat kelumpuhan hidup manusia itu sendiri. "Maka akan tinggal menunggu kehidupan itu menjadi kehancuran yang nyata dan abadi," ujarnya.
Sebaiknya, semua pihak mulai dari pemerintah, masyarakat dan lainnya harus segera sadar akan bahaya penghancuran rumah kehidupan ini. Semakin penghancuran ini terus terjadi, maka akan semakin cepat kelumpuhan kehidupan itu datang.
Menurut dia, sebaiknya juga, segera dilakukan penataan hutan alam dengan pengawasan yang ekstra, tidak ada lagi pembakaran atau alihfungsi kawasan hutan, baik itu menjadi perkebunan ataupun tanaman industri.
Karena menurut dia, hal itu sama halnya dengan penghancuran rumah kehidupan secara tidak langsung namun nyata.
Sejumlah pemerhati menyatakan, peristiwa kebakaran lahan dan hutan di Riau telah berlangsung sejak tahun 1990, namun terparah terjadi pada 1997, ketika itu kabut asap pekat hanya menyisakan jarak pandang maksimum 20 meter.
Sejak saat itu, sejumlah pihak mengakui kabut asap di Riau secara terus menerus melanda Riau bahkan terjadi setiap tahunnya. Paling heboh terjadi pada 2013, dimana kabut asap Riau juga mencemari ruang udara di beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Namun tahun ini, bencana kabut asap kembali melanda, hingga mengacaukan aktivitas masyarakat, mulai dari pendidikan, perekonomian, hingga kesehatan.