REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pantauan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, asap yang mengepung Riau terjadi sejak tahun 1997. Selama lima tahun terakhir, bencana asap dilaporkan terus memburuk.
Direktur Eksekutif Walhi Riau, Riko Kurniawan mengatakan bencana ini berkaitan erat dengan tingkat kerusakan hutan. Sejak tahun 1990-an, tingkat deforestasi di Riau merupakan yang tertinggi di Indonesia.
"Rata-rata 160 ribu ha per tahun hutan di Riau hilang," ujarnya kepada Republika, Kamis (13/3).
Bencana asap hanya satu dari sederet dampak dari hilangnya hutan. Saat ini titik api dilaporkan sebagian besar terjadi di lahan gambut, di mana sebetulnya gambut berada di wilayah yang basah.
Keberadaan titik api tersebut menandakan areal gambut telah rusak dan harus diperbaiki.
Agar bencana asap tidak lagi terulang tahun depan, pemerintah harus menjamin lahan gambut tidak lagi beralih fungsi. Apalagi potensi gambut di Indonesia kini tinggal 6 juta hektare saja.
"Pemerintah harus jamin bagaimana lahan gambut tidak dialihfungsikan. Kalau akar persoalan ini tidak diselesaikan, maka tahun-tahun ke depan bencana yang sama pasti akan terjadi," katanya.
Walhi melihat penanganan yang dilakukan pemerintah tidak membuahkan hasil yang signifikan. Sejak ditetapkan menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), asap di Riau justru semakin tebal.