REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK - Kepala Seksi Sertifikasi Balai Badan Penelitian Obat dan Makanan (BBPOM) Jawa Barat Kemala Hertati mengungkapkan, hampir 50 persen jajanan di SD di Depok berbahaya jika dikonsumsi. Sayangnya, masih banyak guru dan orang tua murid yang belum memahami ciri-ciri makanan berbahaya.
“Makanan jajanan yang berbahaya itu akan menjadi ancaman yang bisa mengganggu kesehatan dan kecerdasan anak,” kata Kemala saat memantau segala macam jajanan anak sekolah untuk menyosialisasi program Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di SDN Beji 4, 5, 6, dan 7, Perumnas Depok Utara, Beji, Depok, Rabu (12/3).
Karena itu, BBPOM Jabar membentuk Tim Keamanan Pangan (TKP) yang beranggotakan kepala sekolah (kepsek), guru, pengelola kantin, orang tua murid, dan komite sekolah untuk mengawasi jajanan sekolah yang berbahaya dikonsumsi anak-anak. “Jadi, tugas mereka harus bisa mengawasi secara bersama,” kata Kemala.
Pada 2012, sejumlah pihak yang memang peduli dengan dunia pendidikan dan kesehatan sepakat membentuk Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) Nasional. “Tim ini terdiri atas pemerintah, industri, akademisi, dan konsumen. Kerja tim ini adalah memperbaiki mutu dan keamanan pangan,” kata dia.
Sekolah, kata dia, merupakan garda terdepan yang harus melindungi anak dari jajanan makanan berbahaya. Bukan hanya itu, pemenuhan gizi dari jajanan makanan harus diperhatikan jangan cuma asal kenyang, tetapi ada kriteria pemenuhan mutu dan gizi. Untuk itu, urusan pangan tidak boleh terabaikan.
Dikatakan Kemala, agar tumbuh kembang seorang anak baik, mereka harus mengonsumsi jajanan makanan yang aman, bermutu, dan bergizi, tidak mengandung mikroba, kimia, dan fisiknya sudah tidak layak konsumsi. “Minuman dingin dari bahan es balok 100 persen mengandung mikroba berbahaya, makanan ringan kemasan rentan berbahan kimia sedangkan banyak penjual makanan di SD-SD yang tidak memerhatikan fisik jajanan makanan yang kotor. Semua itulah yang mulai saat ini harus dihindari,” ucap Kemala.
Di tempat terpisah, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok membentuk pengawas pangan cilik dari 55 sekolah dasar (SD) di Kota Belimbing tersebut. Tugas pengawas cilik yang direkrut dari siswa masing-masing sekolah ini mengawasi makanan yang masuk ke kantin sekolahnya. “Sebelumnya, mereka sudah kami beri pelatihan mengenai keamanan makanan, bahan yang berbahaya pada makanan, kehigienisan, dan kebersihan kantin sekolah,” ujar Kepala Seksi (Kasi) Pengawasan Obat (POM) Dinkes Kota Depok Yulia Okavia di Balai Kota Depok, Rabu (12/3).
Dikatakan Yulia, jika mereka sudah aktif melakukan pengawasan, tidak akan ada lagi bahan makanan berbahaya yang masuk ke dalam kantin sekolah. Mereka, kata dia, sudah mempunyai pengetahuan tentang bahan baku yang bagus dan layak untuk dikonsumsi. “Mereka juga akan mengkritisi pedagang yang ada di kantin mengenai proses masak makanan, seperti minyak goreng hanya boleh dipakai dua kali dan higienisnya cara memasak para pedagang,” ucap dia.
Laporan yang diterimanya dari para pengawas pangan cilik memperlihatkan ternyata masih ada kantin di sekolah yang menjual makanan kurang baik. “Pengawasan dari pengawas pangan cilik ini tidak boleh berhenti hanya sampai di sini, mereka ke depan akan dicek oleh pihak kami,” terang Yulia.
Yulia berharap, dengan keberadaan pengawas pangan cilik di sekolah-sekolah, semua pangan yang masuk ke sekolah dapat disaring hingga hanya makanan yang layak dan sehat yang nantinya akan dikonsumsi oleh siswa. “Serta, diharapkan mindset siswa mengenai makanan dapat berubah, makanan yang aman bukan yang menarik dan enak rasanya saja, melainkan juga harus memenuhi persyaratan kesehatan,” kata dia mengakhiri.