Kamis 13 Mar 2014 12:07 WIB

BMKG: Sebagian Daerah NTT Terjadi Anomali Hujan

Logo BMKG
Logo BMKG

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kupang memprediksi anomali hujan masih terjadi pada beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur, meskipun daerah lain telah memasuki musim transisi atau peralihan dari musim basah ke kering.

"Anomali hujan yang dimaksud berupa hari kering yang panjang (long dryspell) selama Februari hingga Maret ini berpotensi terhadap kekeringan pada beberapa daerah yang berbasis kepulauan ini," kata kata Kepala Stasiun Klimatologi Lasiana Kupang Juli Setiyanto di Kupang, Kamis.

Ia menyebut daerah-daerah di NTT yang mendapat dampak dari anomali hujan antara lain kabupaten Manggaeai Timur, sebagian kabupaten Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, dan kabupaten Malaka.

"Curah hujan pada bulan tersebut di daerah-daerah itu umumnya kurang dari 100 mm dari idealnya 150 mm perbulan dan hari hujan yang terjadi kurang dari 10 hari," katanya menjelaskan.

Akibatnya banyak tanaman lahan kering termasuk lahan basah yang kekurangan air bahkan ada yang sama sekali tidak diairi ketika sedang berbunga atau hendak tumbuh isi dalam buler sehingga tidak berkembang dengan normal.

Di kabupaten Malaka, misalnya, berdasarkan data yang diperoleh BMKG, sebagian petani lahan kering yang bermukim di wilayah perbatasan RI-Timor Leste itu mulai resah karena sekitar 1.474,63 hektare lahan yang telah ditanami jagung dan padi gagal panen.

Menurut Camat Malaka Barat Yustinus Nahak, para petani yang menyebar di 16 desa dalam wilayah kecamatan yang berbatasan dengan Distric Kobalima, Timor Leste itu, sudah pasrah karena kondisi alam belum berpihak, meski tetap berharap kondisi ini berubah pada tahap kedua musim tanam pada triwulan II tahun ini.

Dia menyebut dari total luas lahan tanaman petani tersebut sekitar 914,63 hektare merupakan lahan kering yang ditanami jagung dan sisanya sekitar 560 hektare merupakan lahan basah yang ditanami padi dipastikan gagal panen karena curah hujan tidak beraturan dan kekurangan air untuk mengairi sawah yang ada.

"Untuk lahan kering (jagung) dari total 914,63 hektare itu sekitar 390,02 hektare dalam kondisi terancam karena saat mulai muncul buler terjadi kekeringan hebat, sehingga tidak sampai berkembang normal," katanya.

Ia menambahkan para petani lahan basah di daerah ini optimis saat mengolah, karena kondisi cuaca saat itu normal dengan intensitas hujan yang dapat diperkirakan akan mencukupi, tetapi fakta alam berbicara lain.

"Ini kondisi riil yang ada di kecamatan Malaka Barat yang juga dialami tetangganya di kecamatan Malaka Tengah dan Kecamatan Wailiman Kabupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur, saat ini," katanya.

Ia memperkirakan jumlah tanaman dan luasan lahan petani masih jauh lebih banyak lagi di wilayah ini dan wilayah lain di kabupaten Malaka dan Belu yang mengalami nasib serupa, hanya saja belum dirasakan, atau sudah ada tetapi belum dilaporkan.

Juli Setiyanto menambahkan saat ini daerah yang sudah tidak lagi terjadi hujan hingga sampai tanggal 12 Maret 2014 yakni sebagian besar daerah di pantai selatan kabupaten Lembata.

Sedangkan daerah Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara dalam sepekan terakhir baru turun hujan ketika tanaman petani sudah gagal karena pada waktunya berbuler tidak disirami air hujan.

Ia menyebut curah hujan yang terjadi di kabupaten Lembata hingga tanggal 12 Maret 2014 seperti di bagian daerah Wulandoni 0 (nol) mm.

Namun, berdasarkan hasil analisis data hujan yang masuk ke Stasiun Klimatologi Lasiana sampai dengan tanggal 12 Maret 2014, ada beberapa daerah yang memiliki curah hujan tergolong tinggi, seperti di sebagian daerah di wilayah kabupaten Ende dan Timor Tengah Utara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement