Rabu 12 Mar 2014 17:07 WIB

Parni Hadi: Syarat SNMPTN Harus Direvisi

Parni Hadi, Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa
Foto: Agung Sasongko/ROL
Parni Hadi, Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Dewan Pertimbangan Penyandang Disabilitas Indonesia, Parni Hadi, menyesalkan keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait persyaratan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2014. Parni menilai persyaratan itu amat diskriminatif, mencederai, serta mengucilkan para penyandang disabilitas.

Dalam ketentuan SNMPTN antara lain disebutkan, untuk 20 program studi IPA dan 54 program studi IPS, ada enam persyaratan (kelompok) yang tak  diperkenankan masuk. Mereka yang dilarang masuk adalah tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa, serta buta warna (keseluruhan atau sebagian).

“Aturan itu amat melukai penyandang disabilitas. Kemendikbud harus merevisi ketentuan atau syarat SNMPTN itu. Kita saat ini sedang gencar-gencarnya memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas melalui UU Nomor 19 tahun 2011,” kata Parni dalam siaran persnya, Rabu (12/3).

Ia menambahkan, ketentuan tersebut amat melukai penyandang disabilitas. Parni yang juga caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan Jakarta dan diusung oleh para penyandang disabilitas serta kelompok dhuafa ini menyatakan, persyaratan SNMPTN itu juga menginjak-injak martabat para penyandang disabilitas.

Bila aturan itu dijalankan begitu saja, tuturnya, sama saja artinya pemerintah tak menghargai dan menghormati hak-hak peyandang disabilitas. Ini kontradiktif dengan kecenderungan negara dunia lainnya yang memberi kesempatan lebih luas bagi penyandang disabilitas.

Parni menyadari ada beberapa program studi/jurusan di perguruan tinggi yang memang mensyaratkan hal-hal tertentu. Fakulas kedokteran misalnya, tentu akan sulit jika mahasiswanya menyandang buta warna, tunarungu, atau tunawicara.  Demikian juga jurusan kimia. Karena praktikum mereka selalu terkait dengan warna, sudah pasti mahasiswa buta warna tak memunginkan masuk jurusan ini.

Menurut Parni, tak semestinya Kemendikbud menyamaratan batasan atau kriteria untuk program studi sebanyak itu. Ini sama saja, ujarnya, pemerintah melanggar UUD maupun hak asasi manusia.

Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas Sedunia menyatakan tak boleh ada diskriminasi terhadap kelompok ini. Diskriminasi berarti mengucilkan mereka karena kondisi kecacatannya. Aturan SNMPTN tersebut, kata Parni, telah membuat penyandang disabilitas terkucil.

Penyandang disabilitas, kata Parni, adalah manusia biasa yang ingin hidup layak. Lantaran itu, dalam bidang-bidang tertentu mereka harus mendapat kesempatan sama untuk mengisi dan menjalani kehidupannya. “Dalam kondisi biasa saja, para penyandang disabilitas ini sudah memiliki keterbatasan. Oleh sebab itu, kalau mereka bisa dan sanggup menjalani, jangan malah dibatasi lagi hak dan kemampuannya,” paparnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement