REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pengamat sosial politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Arie Sujito, menilai kultur patriarki dalam politik menjadi salah satu penghambat kiprah kaum perempuan di parlemen.
"Kultur patriarki ini harus dirombak karena menghambat kuota perempuan di parlemen," kata Arie di Yogyakarta, Selasa.
Sejak kebijakan 'afirmatif action' (kebijakan untuk mendorong kelompok tertentu) dalam pemilu, dorongan agar perempuan aktif dan berkesempatan dalam memegang kekuasaan semakin meningkat.
"Kuota ini telah melahirkan harapan baru agar perempuan dapat posisi strategis," katanya.
Ia mengatakan memang ada sejumlah bukti perempuan mewarnai komposisi parlemen di lokal maupun nasional, namun demikian tantangannya masih berat.
"Di satu sisi kultur patriarki dalam politik masih dominan, sekalipun secara formal ada formasi. Bahkan, hambatan serius bersumber karena parpol belum mereformasi dirinya untuk membangun kultur demokratis," katanya.
Ia mengatakan 'afirmatif' hanya berhenti pada formalitas dan hanya dijadikan siasat penguasa parpol untuk memenuhi undang-undang pemilu.