REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Ombudsman Republik Indonesia menemukan praktik mal administrasi dalam rupa penundaan berlarut pada proses dwelling time (waktu tunggu barang) di empat pelabuhan laut Indonesia. Empat pelabuhan itu adalah Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Belawan (Medan) dan Soekarno Hatta (Makassar).
Temuan ini diperoleh dari hasil investigasi sistemik yang dikembangkan dari laporan publik soal dwelling time. Aneka aduan yang masuk ke lembaga negara pengawas pelayanan publik ini berkaitan dengan dugaan ketidakpastian waktu penyelesaian layanan, biaya dan pungutan tidak resmi serta keterbatasan pelayanan pelabuhan.
Langkah investigasi ini perlu dilakukan mengingat proses dwelling time dapat mempengaruhi sistem logistik nasional yang akan berimbas pada kesiapan Indonesia dalam menghadapi Pasar Tunggal ASEAN pada 31 Desember 2015. Berdasarkan Indeks Kinerja Logistik (Logistic Performance Index/LPI) 2013, Indonesia menempati posisi 59 atau lebih rendah dari Singapura (1), Malaysia (21), Thailand (52), dan Vietnam (53).
Secara garis besar, Ketua Ombudsman RI, Danang Girindrawardana, menjelaskan, penundaan berlarut dalam proses dwelling time terjadi karena pemerintah telah menetapkan waktu tunggu di pelabuhan selama empat hari. Namun, fakta di lapangan menunjukkan rata-rata dwelling time sekitar 10-15 hari.
“Hasil lengkapnya sedang dalam proses penyelesaian, menurut rencana, Ombudsman akan menyampaikan rekomendasi kepada pihak terkait termasuk untuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kamis (13/3) nanti,” ungkap Danang dalam siaran persnya yang diterima ROL, Selasa (11/3).
Investigasi sistemik ini dikerjakan dalam kurun waktu tiga bulan. Selain memantau langsung proses dwelling time di empat pelabuhan laut, rangkaian diskusi dengan pemangku kepentingan dan pakar serta peneliti juga dilakukan.
“Semoga hasil investigasi sistemik ini turut memperbaiki penyelenggaraan pelayanan publik dalam proses dwelling time,” ujar Danang.