Senin 10 Mar 2014 00:02 WIB

Siapa Berani Teriak Copet?

Rep: c69-Risa Herdahita/ Red: Julkifli Marbun
Dompet Anti Copet
Foto: Youtube
Dompet Anti Copet

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Katanya copet sudah makin jarang ditemui. Itu kata mantan copet yang kini naik tingkat semacam jadi pengamat dunia pencopetan. Tapi bagaimana pendapat orang-orang yang kini masih dekat dengan wilayah jelajah tukang copet? Seperti di angkutan umum atau terminal.

Yosan Anggareksa, seorang kernet metromini jurusan Cilincing-Tanjung Priok. Ia sedang menunggu penumpang memenuhi angkotnya ketika ditemui. Yosan mengaku sudah tujuh tahun bekerja sebagai kernet. Selama itu ia merasa belum pernah ada penumpang kecopetan di angkotnya.

Kebanyakan penumpang dengan santai mengeluarkan ponselnya ketika di perjalanan. "Bebas aja, kita jaga jangan sampai terjadi yang tidak diinginkan," ujarnya, Minggu (9/3), yang juga sering mengingatkan penumpang agar jangan sampai ada barang tertinggal.

Yosan menjelaskan di angkotnya ada petugas yang mengurusi. Petugas itu akan langsung mengubungi aparat ketika ada kejadian tidak diinginkan. Pengurus itu merupakan seorang timer yang tiap harinya memungut Rp 3000 pada supir angkot. "Tidak pernah juga ada masalah dengan preman atau pengamen nakal," katanya.

Hal itu juga diakui oleh seorang pemilik warung dekat tempat angkot itu biasa ngetem di Wilayah Marunda, Jakarta Utara. Ia sudah sejak tahun 1978 membuka warung di wilayah itu. "Di sini mah jarang ada, ya sekali dua kali namanya manusia ya," cerita Wiwik Dwihati, sambil melayani seorang supir angkot yang membeli rokok.

Kesaksian lainnya datang dari Fahrurozi, seorang supir angkutan umum jurusan Rorotan-Pulogadung. Sambil menyetir membawa angkotnya ke arah Terminal Pulogadung, ia bercerita. Ia dulu sering menyaksikan sendiri copet beraksi lewat kaca spion di atas setirnya.

Pencopet biasanya terdiri dari empat atau lima orang. Satu persatu, setiap lima meter mereka menaiki angkutan umum. Satu orang duduk di pintu, satu orang duduk di kursi sebelahnya, tiga lainnya di belakang. "Ada yang modusnya pura-pura muntah, ada yang mepetin korban pas mau turun," cerita Fahrurozi atau yang sapaan akrabnya Oji.

Copet atau bukan, menurutnya sulit dibedakan. Sepengetahuannya copet itu berpakaian rapi, membawa tas, berdandan seperti penumpang biasanya. Ketika seorang penumpang kecopetan, menurutnya tidak akan ada yang berani berteriak. Ia sendiri ketika menyaksikan itu dari kaca spion hanya bisa diam. "Kasih taunya kalo copet udah turun jauh, abis kita kan pasti diapalin lewat situ tiap hari," ujarnya.

Tapi itu dulu menurutnya. Ia yang sudah menjadi supir angkutan umum sejak tahun 1980 itu kini dengan yakin berkata copet sudah jarang ditemui. "Sejak tahun 2000an lah mbak, udah jarang copet," kata Oji meyakinkan.

Rohiman, kernet metromini jurusan Cikarang-Karawang setuju kalau copet sudah jarang terlihat. Dulunya ia pernah melihat delapan orang copet sekaligus, beraksi saling kerja sama dalam angkotnya. "Sekarang, mulai satu tahun ini udah jarang," ungkapnya.

Temannya, Ucok Andre, sesama kernet membetulkan ucapan itu. Kalau ia sudah merasa sejak dua tahun lalu, angkutannya aman. Hal itu menurutnya tidak jauh dari peran aparat kepolisian.

Lain halnya dengan pernyataan dari kernet dan supir angkutan 3/4 jurusan Cikarang-Tambun-Pulogadung. Menurut mereka memang kini Terminal Pulogadung sudah aman dari pencopet. Sekarang polisi sudah ikut mengawasi daerah itu. Tapi tidak dengan wilayah di luar terminal.

Seperti di Jalan Jengkol, sekitar pintu Tol Cakung. Pelaku biasanya pura-pura mengajak bicara penumpang yang baru turun dari angkutan itu. Ketika itulah si pencopet beraksi. Mereka biasa membawa tas ransel di depan dada. "Mbak kalau laki paling juga dikira copet," ujar Sitinjak Fernando, seorang pemilik angkot 3/4 itu, sambil menunjuk pada saya yang ketika itu memakai ransel di depan dada.

Ia mengaku biasa tiap hari menhaksikan copet keluar masuk salah satu angkotnya yang menuju pintu tol. Hal itu membuatnya resah. Akibat seringnya copet beraksi di angkotnya, kini penumpang semakin berkurang. Copet menurutnya justru semakin tidak pilih-pilih. "Apaan, hp cina aja sekarang di ambil," ujarnya sambil sedikit marah dan berharap polisi cepat menindak pelaku pencopetan tersebut.

Biar begitu, ia dan kenek di angkutannya, Erik Sumanto misalnya, tidak berani mengingatkan penumpang akan aksi copet. "Dulu ada kenek yang mati gara-gara usil (memperingatkan penumpang-red) di mobil ini," cerita  Sitinjak.

Tidak peduli sudah jarang atau masih banyaknya pencopet, ada baiknya kewaspadaan tetap terjaga. Ibaratnya dimana ada peluang, disitu ada pencopet. Mungkin itu yang secara tidak langsung ingin ditunjukkan oleh pelaku pencopetan. "Siapa bilang udah nggak ada copet, copet makin seneng, sekarang orang makin takut teriak," ujar Sitinjak menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement