Ahad 09 Mar 2014 16:53 WIB

UKM Keluhkan Mahalnya Biaya Sertifikasi Halal di DIY

Sertifikasi Halal.    (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Sertifikasi Halal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yulianingsih

YOGYAKARTA -- Beberapa pengusaha kecil dan menengah di Yogyakarta mengeluhkan mahalnya biaya kepengurusan sertifikasi halal di Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat. Biaya pengurusan selembar sertifikasi tersebut bisa mencapai Rp 3 juta rupiah.

Rohmani atau biasa dipanggil Anik, pemilik warung ayam goreng di wilayah Jambon, Kabupaten Sleman salah satunya. Pengusaha perempuan ini mengaku kaget setelah mengambil sertifikat halal ke kantor MUI pada Sabtu (8/3) kemarin.

Dirinya disodori surat edaran ketentuan biaya sertifikasi yang telah dipatok secarana nasional oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Di surat edaran itu jelas tertera biaya kepengurusan sertifikasi mencapai Rp 2,5 juta di dalam Kota dan Rp 2,8 juta hingga Rp 3 juta untuk luar Kota Yogyakarta. Saya benar-benar kaget ini mahal banget," ujarnya, Ahad (9/3).

Dirinya tidak menyangka, biaya kepengurusan selembar sertifikasi halal mencapai setinggi itu. Namun dirinya beruntung mendapat subsidi dari sebuah lembaga yang membantu kepengurusan izin label sertifikasi dari UGM.

"Saya terpaksa membayar Rp 1,25 juta untuk mengambil selembar sertifikasi itu, karena pihak UGM memberkan subsidi Rp 1 juta sehingga seluruhnya habis Rp 2,25 juta dan itu sudah dibuatkan kuitansinya," katanya.

Rohmani berusaha klarifikasi ke staf MUI yang ada di kantor itu terkait besaran biaya tersebut. Menurut staf tadi, biaya tersebut digunakan untuk biaya administrasi, biaya listrik, tenaga dan seagainya.

Dia bersama beberapa pengusaha makanan olahan lainnya difasilitasi LPPT UGM untuk mengurus sertifikasi halal sebulan lalu. Namun sertifikasi itu baru selesai pekan lalu dan diambil dengan biaya sebesar itu.

Anik mengaku, biaya sebesar itu jelas memberatkan bagii dirinya sebagai pengusaha kecil. Dia berharap harusnya, kepengurusan sertifikasi semacam itu lebih murah bahkan gratis bagi UKM.

"Sertifikasi ini kan hanya berlaku dua tahun, kalau masa berlakunya habis harus ngurus lagi dan keluar biaya lagi. Ini berat bagi kami," katanya.

Hal senada diungkapkan Sugiyanto, pengusaha kripik jamur di wilayah Dipowinatan, Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Tahun 2012 lalu, dirinya ingin mengurus label halal untuk produk makanan olahan ke MUI.

Namun niat itu diurungkan setelah dirinya dimintai uang pembelian formulis sebesar Rp 1 juta. "Beli formulirnya saja Rp 1 juta apalagi lainnya, mending gak usah," katanya.

Indah, pengusaha makanan olahan di wilayah Sleman juga mengeluhkan mahalnya sertifikasi halal tersebut. Pengusaha abon ini mengaku harus membayar Rp 1,8 juta untuk memperoleh selembar sertifikasi halal dari MUI tersebut. Sertifikasi halal itu diperolehnya pada 2012 lalu.

Sementara itu, Ketua MUI DIY, Thoha Abdurrahman saat dikonfirmasi mengatakan, untuk mengurus sertifikasi halal ke lembaganya memang dikenakan biaya. Namun menurutnya, biayanya tidak sebesar itu. "Biaya itu tergantung nilai proyeknya dan tidak sebesar itu," katanya.

Menurutnya, biaya yang dikenakan hanya sekitar Rp 400 hingga 500 ribu saja. Namun sekali lagi Thoha mengaku itu tergantung proyek atau jenis usahanya sendiri. "Kalau kerupuk ya tidak sampai segitu," ujarnya.

Dikatakan Thoha, biaya itu dikenakan untuk membayar tenaga audit yang melakukan pengecekan usaha di lapangan. Tenaga audit sendiri terdiri atas tenaga farmasi, teknis dan tenaga medis.

Tim audit inilah yang turun ke lapangan langsung melakukan pengecekan terhadap jenis usaha yang diajukan untuk memperoleh sertifikasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement