REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber pangan yang belum banyak dimanfaatkan di dalam negeri padahal di negara lain justru menjadi primadona.
"Kalau kita bicara tentang sumber pangan banyak yang bisa kita kembangkan. Primadona pangan kita banyak sekali dari yang terkecil sampai yang tertinggi," kata Winarno dalam acara diskusi Membangun Ketahanan Pangan melalui Penguatan Produk Pertanian Lokal di Sekretariat DPP Partai Demokrat, Jakarta, Kamis (6/3).
Winarno memberi contoh melinjo yang dikenal di Indonesia berbahaya bagi penderita asam urat justru dimanfaatkan untuk kesehatan di Jepang. Bahkan Jepang akan mengembangkan melinjo untuk eskrim.
"Melinjo mengandung polifenol yang kalau direbus justru baik untuk kesehatan, asal jangan digoreng. Ada penelitian di Majalengka (Jawa Barat) terhadap 200 orang, hasilnya 100 orang yang makan melinjo umurnya lebih panjang," jelas Winarno.
Ia menambahkan minyak kepala sawit (CPO) yang bisa menghasilkan produk-produk bermanfaat lain seperti sabun dan oli apabila diolah. Tetapi kenyataannya, Indonesia masih lebih banyak mengekspor bahan mentah minyak kelapa sawit yang keuntungannya lebih kecil apabila diproses lagi menjadi produk lain.
"Kalau diolah jadi lebih bagus, ikutannya lebih banyak dan harga lebih tinggi. Misal sawit, ikutannya sabun, minyak, dan lainnya. Lalu sekam kalau dibakar, panasnya mengandung turbin lalu karbonnya bisa jadi karbon tinta fotokopi," kata Winarno.
Terkait lahan yang semakin sempit, ia mengatakan hal tersebut berlaku untuk tanaman padi tetapi apabila masyarakat memanfaatkan potensi karbohidrat lain maka persoalan tidak menjadi masalah.
"Lahan sempit kalau bicara padi, iya. Tapi kalau bicara karbohidrat secara umum, kita banyak seperti jagung, singkong, ubi, sagu. Asal karbohidrat tidak harus dari beras saja, makanya ada istilah diversifikasi pangan non beras," jelasnya.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Hasanudin Prof Dr Muslim Salam mengatakan membangun ketahanan pangan adalah suatu keharusan bagi negara. Menurut dia pemerintah Indonesia harus melakukan langkah strategis untuk melihat potensi pangan Indonesia dan mengembangkannya terutama lewat industrialisasi pangan yang didukung dengan teknologi tinggi.
"Untuk meningkatkan produktivitas jalan keluarnya dengan pengembangan teknologi. Pola makan kita semakin mengglobal, penurunan produk lokal semakin tajam. Sambil dikembangkan produk lokal, pangan utama harus digenjot," kata Muslim.
Ia menambahkan bahwa impor pangan tidak masalah selama pemerintah fokus mengembangkan komoditas pangan yang potensial seperti sawit dan sapi.
"Tidak masalah impor pangan. Pemerintah harus fokus kekuatan pangan kita dimana, kekuatan lawan dimana, lalu benahi pertanian kita. Diprioritaskan ke komoditas yang potensial," ujarnya. "Industrialisasi berbahan pangan itu mutlak harus dipikirkan oleh pemerintah. Kalau bagus industrinya, permintaan bahan baku akan lebih meningkat," jelasnya.