REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Usulan badan sertifikasi halal gabungan antara pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dibenarkan oleh Komisi VIII DPR RI. Badan ini akan tetap merangkul MUI dan Lembaga Pengkajian Pangan Obat dan Kosmetika (LPPOM) MUI.
Anggota Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily Alam, Selasa (4/3), mengungkapkan, dalam pembahasan RUU JPH di Komisi VIII DPR RI, memang ada usulan untuk membentuk badan baru di bawah koordinasi Kementerian Agama yang menangani sertifikasi halal.
Namun, karena sertifikasi tidak hanya berkaitan dengan syariah saja, tapi juga dengan perdagangan, badan ini juga nantinya bisa berkoordinasi dengan kementerian lainnya.
Dalam badan ini, MUI dilibatkan sebagai pemberi fatwa kehalalan suatu produk berdasarkan prinsip syariah. Sementara sertifikat, diregistrasi dan dikeluarkan badan itu. Ace mengakui MUI merupakan badan yang memiliki otoritas untuk menentukan kehalalan produknya.
Saat ini semua proses, mulai dari registrasi, audit hingga pemberian sertifikat dilakukan MUI. Padahal, jaminan produk bagi konsumen bukan tanggungjawab civil society, tapi pemerintah.
Badan itu juga akan mengubah konsep sehingga proporsinya jelas dan tidak ada yang mendominasi dengan mekanisme yang dibuat terbuka.
''Dominasi tidak bagus. Buka juga kesempatan untuk yang lain. Lagi pula masyarakat belum banyak tahu tentang mekanisme sertifikasi,'' kata Ace.
RUU JPH, kata Ace, merupakan payung hukum bagia setiap warga negara untuk dapat mengakses produk halal. Undang-undang ini juga membuka keterlibatan semua pihak.
Karena badan ini berada di bawah undang-undang, maka pengawasannya pun akan melekat seperti halnya lembaga negara lain. Dan tentu, kata Ace, lembaga ini juga akan diawasi parlemen. ''Kalau saat ini sertifikasi yang dilakukan MUI kan kita sulit mengawasi belum ada undang-undangnya,'' kata Ace.
Badan ini nantinya akan memiliki lembaga penjamin halal (LPH) yang akan menguji kehalalan produk.
Dalam RUU JPH dimuat juga standar auditor yang bertugas dan akan melibatkan semua komponen, baik pemerintah, swasta maupun ormas. Mengenai auditor, sumbernya bisa dari LPPOM MUI, bisa juga dari pihak lain yang memenuhi standar. Auditor LPPOM MUI tidak dikesampingkan.
Yang pasti, auditor harus memiliki wawasan syariat dan menguasai ilmu yang berkaitan dengan pengujian kimia pangan, obat, dan kosmetika. Laporan LPH inilah yang dijasikan acuan fatwa ulama.
''Jadi, badan berfungsi sebagai regulator dan LPH sebagai operatornya,'' kata Ace.
Fuji Pratiwi