Selasa 04 Mar 2014 22:00 WIB

Swasta Berperan Dalam Pemberdayaan Perempuan

Rep: Ririn Liechtiana/ Red: Agung Sasongko
seminar pemberdayaan perempuan di Berau (3/3)
Foto: ririn l/rol
seminar pemberdayaan perempuan di Berau (3/3)

REPUBLIKA.CO.ID,  BERAU -- Iklim demokrasi Indonesia seharusnya mendorong kesejajaran dalam proporsi antara laki-laki dan perempuan. Faktanya, kesejajaran itu belumlah terimplementasi dengan baik.

Hanifah Husein, presiden direktur PT Rantaupanjang Utama Bhakti, mengungkap perencanaan pembangunan belum responsif gender, begitu pula penganggarannya sementara ada korelasi kuat antara rendahnya alokasi anggaran dan tingkat kesejahteraan perempuan.

"Demokrasi menginsyaratkan partisipasi sejajar seluruh komponen warga negara. Tidak terkecuali perempuan, khususnya pada instrumen politik bangsa di mana secara langsung dapat mempengaruh kebijakan dan output proses politik," katanya, dalam seminar pemberdayaan perempuan di Berau, Kalimantan Timur, Senin (3/3).

Hafinah mengungkapkan kondisi tersebut bertolak belakang dengan posisi tawar perempuan di politik. Saat ini, keterwakilan perempuan di legislatif hanya berkisar 18 persen. "Posisi ini jelas merupakan kabar kurang menggembirakan," paparnya.

Itu sebabnya, kata dia, langkah perubahan bisa dimulai dengan penetapan keterwakilan perempuan sebesar 30 persen. Ini merupakan peluang besar untuk dapat lebih mendorong peningkatan keterwakilan perempuan di politik.

Pada prinsipnya, kata dia, keterwakilan ini akan memiliki nilai urgensi dalam penerapan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang responsif gender. Harapannya, akan muncul pemenuhan kebutuhan yang berbeda antarkelompok masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan.

"Di sini keadilan gender melalui integrasi pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki akan mudah terimplemtasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari keberpihakan, program, dan kegiatan di berbagai kehidupan dan pembangunan," kata dia.

Melihat dari perkembangan terkait upaya mendorong keadilan gender, peran swasta menjadi sangat penting. UU No 40 tahun 2007 menyebutkan, setiap perusahaan yang menjalankan usahanya dari sumber daya alam (SDA) harus mempunyai tanggung jawab terhadap masalah sosial dan lingkungan.

Hanifah mengungkap aturan tersebut menjadi sangat jelas ketika setiap perusahaan yang dimaksud secara sadar melaksanakan tanggung jawabnya. "Melalui seminar ini, akan terlihat gambaran jelas bagaimana memberi daya dorong partisipasi perempuan secara individu maupun institusi di sektor pembangunan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement