Selasa 04 Mar 2014 14:45 WIB

Azwar Tidak Urusi Dermaga Sabang Semasa Menjabat

Azwar Abubakar
Foto: Antara/Andika Wahyu
Azwar Abubakar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengaku tidak mengurusi proyek pembangunan dermaga Sabang di Nanggroe Aceh Darussalam dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional 2006-2010.

"Saya jadi pelaksana tugas Gubenur Aceh, tapi wewenang penuh setelah tsunami, kira-kira minggu pertama 2005, saya diangkat dengan wewenang penuh. Jadi demikian, otomatis menjadi dewan kawasan Sabang ketuanya gubernur, anggotanya walikota Banda Aceh dan Bupati Aceh Besar . Tapi saat tsunami kita tidak urus karena sibuk. Lima enam bulan tidak mengurus Sabang," kata Azwar seusai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Selasa.

Azwar diperiksa kedua kalinya pada hari ini setelah sebelumnya diperiksa Jumat (28/2) dalam kasus yang sama.

Pada periode 2000 sampai 2004, Azwar menjadi Wakil Gubernur Aceh, kemudian menjadi gubernur sementara setelah Gubernur Nangroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh terkena kasus korupsi.

"Jadi pertengahan 2006 saya panggil kepala (Kawasan Sabang) yang lama, Pak Sauta tapi karena terlalu kecil gerakannya, jadi akhir tahun itu saya mengganti Pak Sauta dengan Tengku Saiful, Setelah mengangkat Saiful, saya berhenti menjadi gubernur," jelas Azwar.

Namun menurut Azwar, selama menjabat sebagai gubernur, ia tidak pernah dilapori mengenai masalah dermaga Sabang.

"Tidak ada yang khusus, karena saya tidak fokus ke sana, saat itu masih tsunami," jelas Azwar.

Politisi Partai Amanat Nasional itu pun tidak mencium adanya korupsi dalam proyek itu, namun ia mengenal salah satu tersangka yaitu pejabat pembuat komitmen Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas Sabang pada Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Ramadhani Isniy.

"Kenal Ramadhani Isniy, dia anak ITB, tapi tidak ada komunikasi, kalau dengan Heru Sulaksono tak kenal sama sekali. Tak pernah rapat dengan dia, karena sedang mengurus tsunami," tambah Azwar.

Heru Sulaksono adalah tersangka kedua dalam kasus ini yaitu Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darusalam saat proyek itu berlangsung.

"Anggaran juga belum pernah dibahas. Anggaran yang dibahas Pak Sauta itu 2004 lalu Pak Saiful 2005 akhir, tidak tahu soal anggaran," ungkap Azwar.

Azwar pun menegaskan bahwa tidak ada ABPD Aceh yang dipakai dalam proyek tersebut.

"APBD tidak (dipakai). Saya gubernur itu seminggu sebelum tsunami, kapan saya pressure APBD?" tambah Azwar.

Azwar pernah mencalonkan diri untuk menjadi gubernur pada pemilihan kepala daerah 2006 dengan Nasir Djamil, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Keadilan Sejahtera, namun kalah dari Irwandi Yusuf.

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan dua tersangka, yaitu pejabat pembuat komitmen Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas Sabang pada Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Ramadhani Isniy dan Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darusalam Heru Sulaksono.

PT Nindya Karya adalah bagian dari konsorsium Nindya Sejati "Joint Operation" selaku kontraktor proyek dermaga Sabang.

Kontrak antara Nindya Karya dengan PT Tuah Sejati selaku pemilik proyek mencapai nilai sebesar Rp262 miliar dengan masa proyek hingga Desember 2011.

Heru Sulaksono saat itu menjabat sebagai kuasa konsorsium Nindya-Sejati.

Kerugian negara akibat proyek tersebut diduga mencapai sekitar Rp249 miliar.

KPK juga sudah menggeledah PT Nindya Karya, Jl MT Haryono Kav 22 pada Agustus 2013 lalu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement