REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Produl Halal (JPH) segera dibenahi. RUU JPH dianggap sangat sarat syahwat monopoli yang berlebihan.
Ketua PBNU, KH. Maksum Machfoedz, yang juga Ketua Umum (Ketum) Badan Halal Nahdlatul Ulama (BHNU) mengatakan sebetulnya, tidak ada alasan penundaan kalau perspektifnya sudah baik dan tidak sarat kepentingan.
"Perspektif RUU JPH jelas sekali rakus & otoriter, seperti jaman orde baru saja," kata Maksum Machfoedz dalam rilis yang diterima Republika, Ahad (2/3).
RUU JPH harus dikembalikan pada prinsip bahwa sertifikasi adalah urusan pelayanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Urusan publik tentu bersifat partisipatif dan tidak monopolistik di era mutahir ini. "Kalau Kemenag & MUI rebutan monopoli, ya itu kemunduran. Hari gini monopoli?" kata Maksum.
Selain itu, lanjut dia, harus inklusif. Jika ada monopoli Maksum khawatir akan ada pilih-pilih. "Yang kecil? Nyaris tak tersentuh. Bagi PBNU yang punya jama'ah juta'an, biarlah diberi kesempatan melayani jama'ahnya," jelas Maksum Machfoedz.
Tentang fungsi negara dalam konteks ini, Maksum mengatakan fungsinya mengatur, memberikan standarisasi dan regulasi. "Negara dapat mengatur lembaga apapun yang memenuhi standard pelayanan, termasuk MUI."
Maksum mengatakan RUU JPH harus segera dibenahi. PBNU sudah menyampaikan draft RUU versi PBNU. Tanpa pembenahan RUU JPH dengan segera, lanjutnya, maka kelambanan dan penundaan ini semakin merugikan pelayanan publik konsumen untuk memperoleh info halal secepatnya.