REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: fuji Pratiwi
BOGOR--Data Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) pada 2013-2014 mengungkapkan, hanya ada 304 produk roti dan bahan roti yang dinyatakan halal oleh MUI.
LPPOM meyakini jumlah produsen roti dan bahan roti yang halal jauh lebih banyak. Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim, di Global Halal Center, Jumat (28/2), menjelaskan ini karena sertifikasi halal produk di Indonesia masih bersifat sukarela, bukan kewajiban.
Ini pula yang membuat LPPOM MUI bersikukuh meminta RUU Jaminan Produk Halal dapat menghasilkan poin keharusan (mandatory) produsen melakukan sertifikasi halal.
MUI, kata Lukmanul hakim, tidak pernah menghukumi haram suatu produk yang belum pernah disertifikasi halal MUI. Namun, MUI menyarankan makanan yang diragukan kehalalannya lebih baik dihindari.
''Produk halal bukan hanya kepentingan umat Islam. Ini juga terkait pengawasan produk. Sertifikasi halal akan membantu kendalikan produk impor dan memprotek produk dalam negeri,'' tutur Lukmanul.
Ada 20 titik kritis dalam pembuatan roti seperti bake improver, perasa dan bumbu (flavors). Audit roti, diakui Lukmanul tidak lebih mudah dari obat dan kosmetik.
Auditor tidak hanya memeriksa titik kritis roti saja, tapi juga titik non kritisnya. Belum lagi flavors yang bahan bakunya bisa ratusan zat untuk satu rasa saja dan semua zat harus dicek satu per satu.
Proses sertifikasi merupakan proses transparan, terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Menjadi tanggungjawab MUI untuk mengabarkan kehalalan produk kepada masyarakat sebab inilah upaya MUI untuk memproteksi umat Islam dalam hal konsumsi.
Biaya sertifikasi yang berlaku untuk masa sertifikat selama dua tahun pun, kata Lukmanul, lebih kecil jika dibandingkan dengan harga komponen produksi lainnya.
Ia mencotohkan kemasan produk roti Rotiboy yang berhara Rp 1.500 per buahnya. Jika per bulan Rotiboy bisa menjual minimal 10 ribu roti dikalikan Rp 1.500.
Maka untuk periode berlaku sertifikat halal selama dua tahun, angka Rp 360 juta untuk kemasan saja jauh lebih besar dibanding biaya sertifikasi yang hanya Rp 1 juta hingga Rp 6 juta per produk. Belum lagi peningkatan omzet pasca sertifikat diterima.
Lukmanul Hakim menjelaskan, perusahaan pengaju sertifikat halal mendaftarkan melalui sistem online CEROL SS2300. Sebelum dilakukan pemeriksaan dokumen dan sistem jaminan halal yang kontinyu selama sertifikat berlaku.
Selesai itu baru dilakukan audit lapangan. Untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan perusahan, MUI menggunakan juga auditor nasional yang ada di MUI daerah.
Audit lapangan ini untuk memperjelas dan memastikan produk diproses dengan bahan dan cara halal. Oleh sebab itu auditor yang diturunkan merupakan saintis yang paham ilmu pangan.
''Jadi tidak ada informasi yang tertutup atau ditutupi. Sebab auditor akan diminta menjelaskan proses produksi yang diaudit dalam rapat auditor,'' kata Lukmanul.
Setelah rapat auditor sepakat dan perusahaan lulus audit, baru dilakukan penetapan status produk oleh komisi fawa.
''LPPOM tidak menjual sertifikat halal demi kepentingan karena ini bukan bisnis MUI, tapi bagian proteksi umat Muslim. Kalaupu. ada biaya, masih dalam batas rasional,'' ungkap dia.
Dalam lima tahun terakhir, baru 13.136 produk yang sekarela mendaftar dan berhasil mendapat sertifikat halal MUI. Jumlah ini lebib kecil dari jumlah produk yang mencapai 155.774.
Jika dibandingkan dengan data produk terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), hanya 59,01 persen di antaranya yang bersetifikat halal MUI dari 175.157 produk pangan, obat dan kosmetika.
''Produk halal ini bukan hanya untuk umat Muslim tapi semua pihak. Di Eropa saja sudah mulai diakui, produk halal adalah produk berkualitas,'' kata Lukmanul.
Jumat (28/2) ini pula, MUI menyerahkan sertifikat halal MUI kepada perusahaan Rotiboy. Sertifikat berlaku sejak 19 Februari 2014 hingga 18 Februari 2016.
Ditemui di Gedung Global Halal Center (GHC), Pimpinan PT Rotiboy Bakeshoppe Indonesia Martin Winoto mengungapkan sertifikat halal MUI yang diterima Rotiboy jadi tanda keabsahan halal atas bahan dasar dari produk Rotiboy.
Ia mengatkan sertifikasi baru dilakukan saat ini karena saat pertama kali beroperasi pada 2004 di Wisma BNI 46, ia juga tidak menduga Rotiboy akan memiliki otlet hingga 76 gerai di seluruh Indonesia.
''Sadar pasar yang makin luas, Rotiboy sadar harus dilakukan sertifikasi halal. Rotiboy tetap berkomitmen memproduksi roti berkualitas dan halal untuk konsumen,'' kata Martin.
Rotiboy, kata Martin, butuh waktu empat bulan persiapan dan empat bulan proses untuk bisa mendapat sertifikat halal MUI.
Tak bisa dielakkan Martin, isu di media sosial yang berisi keraguan kehalalan Rotiboy, memengaruhi omzet produk roti yang digagas Hiro Tan di Malaysia itu.
Ia juga berharap usai sertifikasi ini penjualan Rotiboy bisa meningkat. Ia mengatakan, sertifikat halal yang diterima Rotiboy tidak akan membuat harga roti naik karena pasar makin luas pula.
Rotiboy akan melakukan ekspansi ke wilayah Timur Indonesia walau fokusnya masih di kota besar. Rotiboy menargetkan akan menambah delapan hingga 10 persen otlet baru di Aceh dan Kalimantan Barat.