REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebanyak 43 perusahaan yang berada di DAS Citarum mendapat sanksi administratif dari Badan Pengelolaan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar. Semua perusahaan tersebut, diberikan waktu enam bulan. Kalau mereka tidak mampu memperbaiki proses pembuangan limbah industrinya, maka akan diseret ke ranah hukum atau dipidanakan.
"Selama 6 bulan diberi kesempatan untuk memperbaiki. Kalau dia mampu memperbaiki, kami cabut sanksi administratifnya, tapi kalau tidak bisa nanti masuk ke pidana," ujar Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Anang Sudarna kepada wartawan, Kamis (27/2).
Menurut Anang, sanksi administratif itu sudah dikeluarkan sejak beberapa bulan lalu. Saat ini, BPLHD masih terus melakukan pemantauan dan evaluasi apakah perusahaan yang mayoritas merupakan industri tekstil ini melakukan perbaikan pengolahan limbah atau tidak.
"Besok (Jumat, 28/2) kami akan rapat untuk mengevaluasi kinerja dari perusahaan-perusahaan ini,'' katanya.
Evaluasi tersebut, kata dia, akan digelar bersama Polda Jabar dan BPLHD kabupaten/kota se-Bandung Raya. Selain evaluasi kinerja perusahaan yang membuang limbah industri, dalam pertemuan tersebut akan disusun rencana jangka pendek terkait penanganan hukumnya.
Dikatakan Anang, sebetulnya jumlah industri pencemar Citarum cukup banyak. Jauh di atas temuan BPK yang hanya 17. Mereka, ada yang punya IPAL ada juga yang tidak punya. Hal tersebut, sedang diverifikasi. Mayoritas, memang industri tekstil, tersebar di sepanjang DAS Citarum. ''Yang 43 ini kebanyakan memang di Bandung Raya, ada juga yang di Karawang," katanya.
Berdasarkan UU, kata Anang, sanksi yang diberikan kepada perusahaan pencemar sungai memang dilakukan secara bertahap. Sebab, untuk limbah kimia tidak bisa langsung dipidanakan. Jadi, diberikan disanksi dulu. Lalu, diberi kesempatan, kalau ada perbaikan nanti dikeluarkan surat pernyataan bahwa industri tersebut sudah memenuhi aturan, lalu akan dicabut sanksinya.