Kamis 27 Feb 2014 15:04 WIB

Faktanya, Tidak Semua RS di Depok Melayani BPJS Kesehatan

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Muhammad Hafil
BPJS
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
BPJS

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Program pemerintah untuk kesehatan yakni Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan rupanya belum diminati oleh sebagian besar rumah sakit (RS) swasta di Depok. Setidaknya berdasarkan informasi yang diperoleh Republika, dari 15 RS swasta baru lima RS yang sudah melaksanakan MoU dengan program BPJS Kesehatan di Kota Depok, selebihnya masih menolak bekerja sama.

Kelima RS swasta itu adalah RS Tugu Ibu, RS Harapan Depok, RS Tumbuh Kembang, RS Hasanah Graha Afifah (HGA), dan RS Simpangan Depok. Menurut anggota DPRD Kota Depok dari Komisi A yang membidangi masalah kesehatan, Mutaqien Syafi, keengganan rumah sakit swasta untuk bergabung dimungkinkan karena mereka belum cocok dengan hitung-hitungan harga yang diharapkan.

''RS swasta mungkin hitung-hitungan juga, mungkin juga pricing mereka belum cocok juga,'' kata Mutaqien saat dihubungi Republika, Kamis (27/2).

Selain itu, lanjutnya ternyata belum ada peraturan yang mewajibkan RS swasta untuk menjalankan program BPJS. ''Setahu saya, pada 2019 RS swasta baru wajib,'' ungkap calon legislatif (caleg) DPRD Kota Depok dari PKS daerah pemilihan (dapil) Beji-Limo-Cinere ini. ''Semuanya itu tergantung kerjasama RS dengan pihak BPJS,'' tegasnya.

Menurut Mutaqien, program BPJS Kesehatan itu bukan kewenangan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, tapi kewenangan Pemerintah Pusat. ''Tapi kita dorong kerjaasam dipercept, karena untuk pelayananya masyarakat yang tak mampu lebih optimal,'' tuturnya yang juga mengungkapkan Komisi D DPRD Depok sudah mendesak ke Kementrian Kesehatan untuk segera menyelesaikan masalah kekisruhan pelaksanaan BPJS Kesehatan. 

Mutaqien menganjurkan kepada masyarakat tak mampu untuk segera mendaftarkan Jamkesda ke BPJS Kesehatan. ''Nanti pihak RS wajib menerima pasien tak mampu dengan BPJS Kesehatan. Kalau ada RS yang tidak mau terima ada sanksinya, ya akan dicabut ijinnya, karena dalam pengajuan ijin operasinal RS itu wajib 20 persen menyediakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat tak mampu dan pelayanan kamarnya harus disediakan yakni di ruang kelas 3,'' tuturnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement