REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai, televisi sedang bersaing menghancurkan moral bangsa dengan menyuguhkan tayangan yang jauh dari nilai-nilai pendidikan moral.
"Mereka seakan berlomba-lomba untuk menghancurkan moral anak bangsanya sendiri. Tampaknya perlu ada satu lembaga yang memberikan piala stasiun TV terbaik dan terburuk setiap tahunnya di Indonesia," Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) MUI Tengku Zulkarnain, saat berbincang dengan ROL, Rabu (26/2) pagi.
Tengku menyebut, banyak acara di televisi menjurus ke arah pornografi dan pornoaksi. Semuanya terjadi lantaran pelaksanaan Undang-Undang (UU) Pornografi di Indonesia tidak efektif dan belum berjalan maksimal.
Selain televisi, banyak konten-konten pornografi yang dapat diakses anak-anak usia dini dan remaja, baik melalui media online (internet) hingga cakram padat (video). Satuan tugas (Satgas) yang dibentuk Presiden SBY yang berisi Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), serta organisasi lainnya, termasuk MUI, juga dinilai belum efektif dan tidak maksimal mengatasi pornografi.
"Anak-anak usia dini dan remaja masih banyak yang terpapar konten-konten pornografi. Pelaksanaan UU dan Satgas Antipornografi juga belum efektif dan tidak maksimal selama ini," tutur Wasekjend MUI Welya Safitri.
Safitri juga menilai, peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) belum mampu mengontrol media massa di Indonesia, terutama televisi. Sebab, anak-anak mudah mengonsumsi tayangan yang kental pornoaksi dan pornografi. "Saya akan membawa masalah pornografi dan pornoaksi ini ke rapat internal MUI, pekan depan. Jangan sampai generasi muda Indonesia rusak akhlak dan perilakunya akibat terpapar konten-konten pornografi dan pornoaksi," ucap Safitri.
Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Maneger Nasution mengaku prihatin dengan kondisi generasi muda Indonesia. Tanpa dijejali pornoaksi dan pornografi pun generasi muda Indonesia, menurutnya, sudah sangat sakit.
Ia berkata, pornoaksi dan pornografi merupakan pelanggaran HAM. "Pornografi dan pornoaksi dengan alasan kebebasan sudah dibatasi oleh UU antipornografi. Pornografi atau pornoaksi juga melanggar HAM anak," jelas Maneger Nasution.
Pasal itu, kata Maneger, menjamin anak berhak atas perlindungan dari kekerasan, baik bersifat fisik maupun nonfisik, termasuk kekerasan berupa pornografi atau pornoaksi. Apalagi, masalah pornografi dan pornoaksi terhadap anak telahdiatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 58 tentang HAM.
"Bangsa ini harus jujur, saat ini Indonesia berada dalam kondisi darurat pornografi dan pornoaksi. Negara harus hadir dan berani menegakkan hukum, utamanya kepada penguasa dan pengusaha pornografi," tegas Maneger Nasution.