REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepinya kursi DPR pada tahun pemilu 2014 ini menjadi pemandangan wajar di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta. Anggota dewan yang kembali maju menjadi calon anggota legislatif lebih memilih sibuk di daerah pemilihannya masing-masing, ketimbang menyelesaikan tanggung jawabnya di DPR.
Hobi bolos itu tampaknya tidak bisa dihambat. Meski DPR melalui Badan Kehormatan telah mengatur tata tertib dan etika anggotan dewan. Ketua DPR Marzuki Alie pun sepertinya telah kelawahan menanggapi kebiasaan buruk anggota legislatif tersebut.
"Itulah kenyataannya," kata Marzuki saat dihubungi Republika, Senin (24/2).
Menurut dia, perilaku buruk anggota dewan tersebut tidak perlu lagi dikomentari. Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD jelas-jelas telah mengatur tata tertib anggota dewan. BK DPR sebagai alat kelengkapan juga dilimpahkan tanggung jawab untuk mengawasi para wakil rakyat tersebut. Pada akhirnya, masyarakat yang akan menentukan. Apakah anggota DPR tersebut masih laik untuk kembali dipilih dan mengemban amanat rakyat.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, sepinya aktivitas di DPR menjelang pemilu legislatif merupakan kejadian lima tahunan yang terus berulang.
"Sebanyak 507 orang anggota DPR periode sekarang maju lagi menjadi caleg. Ini catatan bagi masyarakat, untuk serius tidak terpengaruh rayuan mereka dan tidak memilih caleg-caleg petahana itu kembali," kata Lucius.
Sikap dari masyarakat, menurut dia, sangat menentukan perubahan wajah DPR mendatang.
"Aturan MD3 memang sudah ada, tapi belum pernah kami dengar anggota dewan mendapat hukuman karena lebih sibuk di dapil," ujar Lucius.
BK DPR, lanjutnya, sama seperti lembaga negara lainnya yang diisi oleh perwakilan dari partai politik cenderung menjadi alat kelengkapan yang mandul. Karena anggota BK DPR yang juga diisi oleh perwakilan parpol cenderung lunak dan tidak bisa bersikap tegas terhadap rekannya sesama kader partai.