Senin 24 Feb 2014 02:00 WIB

Lahan Terbuka Hijau Kian Sempit

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Chairul Akhmad
Ruang Terbuka Hijau di Jakarta (ilustrasi)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ruang Terbuka Hijau di Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jakarta dengan fungsinya sebagai Ibukota Indonesia menjadi magnet bagi pebisnis yang berlomba-lomba membangun gedung-gedung raksasa yang berorientasi pada wisata niaga.

Namun demikian, dengan menjamurnya tempat-tempat wisata niaga seperti mal membuahkan masalah baru, terutama berdampak pada lahan terbuka hijau yang semakin sedikit dan banjir.

“Dengan menjamurnya lokasi-lokasi wisata niaga sebenarnya berindikasi baik, karena itu artinya terjadi lonjakan ekonomi yang membuat daya beli meningkat. Inilah yang menyebabkan banyak pengembang yang membangun mal,” ujar anggota Komisi IV DPR, Anton Sukartono Suratto, Ahad (23/2).

Pria yang akrab disapa Kang Anton ini mengatakan, meski kebutuhan akan wisata niaga juga meningkat, sebaiknya Pemerintah Daerah tidak melupakan pasar tradisional sebagai basis niaga paling dekat dari masyarakat. 

“Boleh membangun mal, tapi jangan ditutup mal semua. Pasar tradisional juga harus dibuat senyaman mungkin seperti diberi AC,” ujarnya.

Selain menggerus keberadaan pasar tradisional, keberadaan mal dan lokasi wisata niaga juga membuat lahan hijau di menjadi terganggu. Pemda, kata Anton, sebaiknya tetap memerhatikan tata ruang yang baik.

Daerah hijau sebaiknya tetap menjadi daerah hijau. “Kalau memang sudah tidak ada lahan yang kosong, sebaiknya Pemda membeli lahan atau tanah untuk dijadikan daerah hijau,” sarannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement